TERAPI INOTROPIK PADA PENYAKIT JANTUNG ANAK
TERAPI
INOTROPIK PADA PENYAKIT JANTUNG ANAK
Pendahuluan
Obat inotropik adalah kelompok obat
untuk memperbaiki kontraktilitas miokardium dan digunakan selama bertahun-tahun
untuk terapi gagal jantung atau penurunan fraksi ejeksi karena penurunan
kontraktilitas.1-4
Obat-obat ini selain meningkatkan kontraktilitas otot jantung, juga memiliki
efek samping berupa peningkatan laju dan beban jantung. Beban dan laju jantung
yang bervariasi pada pasien gagal jantung dapat dirubah dengan pemberian
inotrop karena memiliki sifat vasodilator baik secara langsung ataupun tidak
langsung.1
Inotropik positif biasanya digunakan untuk menstabilkan pasien gagal
jantung akut. Inotropik intravena diberikan pada pasien gagal jantung sistolik
akut dengan tanda dan gejala disfungsi organ yang diakibatkan oleh hipoperfusi.
Pemberian inotropik meningkatkan angka kesakitan dan kematian akibat efek
samping berupa aritmia, iskemik miokardium, dan beberapa diantaranya hipotensi.1, 2 Pemilihan
inotropik diperlukan sebelum pemberian jangka pendek maupun panjang mengingat
efek samping yang ditimbulkan.1
Pada referat ini akan dibahas tentang fisiologi jantung, mekanisme kerja
otot jantung. klasifikasi, mekanisme kerja, indikasi, dan efek samping beberapa
obat inotropik.
Fisiologi Jantung
Kerja
jantung dipengaruhi oleh sifat inotropik,
kronotropik dan dromotropik. Inotropik mempengaruhi kontraktilitas
miokardium. Kronotropik
mempengaruhi frekuensi denyut jantung. Dromotropik mempengaruhi kecepatan
hantaran impuls.5
Jantung berfungsi memompa darah ke
seluruh tubuh untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Jumlah darah yang
dipompa jantung setiap kali kontraksi disebut dengan isi sekuncup (stroke volume), sedangkan jumlah darah
yang dipompakan jantung setiap menit disebut curah jantung (cardiac output).6, 7 Fungsi ini
disebut fungsi sistolik. Jantung juga mempunyai fungsi diastolik, yaitu
kemampuan untuk berelaksasi agar dapat menerima darah dari vena paru ataupun
sistemik. Gangguan fungsi sistolik mengakibatkan curah jantung menurun yang
akan menimbulkan asidosis, berkurangnya aliran darah ke ginjal, dan sebagainya.
Gangguan fungsi diastolik, menyebabkan aliran darah paru atau sistemik tidak
dapat mengalir ke jantung, sehingga terjadi bendungan paru dan sistemik yang
manifestasinya berupa sesak napas, edema di tungkai, dan meningkatnya tekanan
vena jugular.7
Preload, afterload dan
kontraktilitas menentukan curah jantung. Preload
adalah beban saat diastole, sesuai
dengan tekanan dinding ventrikel. Afterload
adalah beban saat systole, tekanan
pada dinding ventrikel yang dibutuhkan untuk memompa darah ke aorta. Tekanan
ini bergantung pada volume ventrikel, ketebalan dinding ventrikel, meningkatnya
resistensi vaskular sistemik dan sumbatan outflow.
Kontraktilitas adalah kemampuan intrinsik otot jantung untuk berkontraksi. Kontraktilitas
dipengaruhi oleh faktor ekstrinsik seperti pH, penyakit jantung (iskemik,
kardiomiopati), obat-obatan (β-bloker, kalsium antagonis, katekolamin,
inotropik), gangguan elektrolit, hipoksemia dan hiperkapnia.6, 8, 9
Kandungan oksigen = Saturasi O2
X 1,34 X Hb
Distribusi oksigen = Kandungan oksigen X Curah
jantung
|
Dari formula tersebut dapat disimpulkan optimalisasi saturasi oksigen
dan curah jantung dapat meningkatkan distribusi oksigen. Inotropik merupakan
cara efektif untuk mempertahankan perfusi jaringan dan distribusi oksigen.8
Ketidakmampuan jantung memompa darah ke seluruh tubuh untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme tubuh disebut gagal jantung. Gagal jantung dapat akut
ataupun kronik. Pada kondisi akut timbul gejala yang cepat, yang pada anak sering
disebabkan oleh kardiomiopati dilatasi, aritmia, miokarditis, penyakit jantung
kongenital ataupun penyakit jantung katup.9-11
Mekanisme
Kontraksi Otot Jantung
Kontraksi sel otot jantung dipicu oleh aksi potensial yang
menyebar ke seluruh membran sel otot. Sistem konduksi di mulai dari nodus sinoatrial sebagai pacemaker
yang berguna untuk memicu setiap siklus jantung. Setelah impuls listrik
yang diinisiasi oleh nodus SinoAtrial (nodus SA), impulsnya akan menyebar
melalui kedua atrium sehingga menyebabkan kedua atrium berkontraksi secara
berkesinambungan. Pada saat yang sama impuls tersebut mendepolarisasi nodus
atrioventrikular (nodus AV) yang berada dibawah atrium kanan. Berkas His dari
nodus AV kemudian bercabang menjadi cabang kanan (right bundle) dan cabang kiri (left
bundle). Kontraksi kemudian distimulasi berkas purkinje. 12, 13
-
Fase 0 (Depolarisasi Cepat). Serat otot jantung pada keadaan
normal berkontraksi sekitar 60-100 kali/menit oleh karena impuls listrik yang
dihasilkan oleh nodus SA. Aksi ini merubah potensial istirahat membran dan
membiarkan masuknya aliran Na+ (sodium) secara cepat ke dalam sel melalui natrium
channel.
-
Fase 1 (Repolarisasi Awal). Kanal untuk ion K+
(potassium) terbuka segera setelah fase 0 dan melewatkan ion kalium ke luar
dari dalam sel. Hal ini membuat potensial membran sel menjadi lebih turun
sedikit.
-
Fase 2 (Plateu). Ion kalsium (Ca+) masuk segera setelah
repolarisasi awal untuk mempertahankan ambang potensial di membran sel, sementara
ion kalium tetap keluar, sehingga ambang potensial membran sel akan tetap datar
untuk mempertahankan kontraksi sel otot jantung.
-
Fase 3 (Repolarisasi Cepat). Aliran lambat ion kalsium
berhenti, akan tetapi aliran ion kalium yang keluar membran sel tetap terjadi
sehingga potensial membran menjadi turun (lebih negatif)
-
Fase 4 (Istirahat/resting state). Fase istirahat potensial
membran terjadi akibat ion natrium di dalam sel dan ion kalium di luar sel
dikembalikan ke tempat semula dengan pompa natrium-kalium. (Seperti tampak pada
Gambar 1.)
Gambar 1. Sistem Konduksi Jantung
dan Potensial Aksi Sel Otot Jantung
Sumber: Guyton12
Obat Inotropik
Curah jantung meningkat dengan
membaiknya kontraktilitas miokardium. Inotropik adalah obat untuk memperbaiki
kontraktilitas miokardium. Berdasarkan mekanisme kerjanya inotropik dapat
dibedakan menjadi14:
(seperti tampak pada Gambar 2.)
1. Glikosida
jantung: digoksin
2. Beta
agonis/ katekolamin: dopamin, dobutamin, epinefrin, norepinefrin, isoproterenol
3. Fosfodesterase inhibitor:
milrinon
4. Calsium sensitizer:
levosimendan
Gambar
2. Mekanisme Kerja Obat Inotropik. ATP=
adenosine triphosphate, cAMP= cylic adenosin monophosphat, G1 = stimulating G
protein; G2 = inhibitory G protein; PKA = protein kinase A; SERCA = sarcoplasmic reticulum calcium pump.
Sumber: Fellahi
dkk.15
Sebagian besar obat inotropik memiliki mekanisme kerja yang beragam dan
beberapa memiliki efek merugikan. Efek merugikan dapat berhubungan dengan kerja
obat inotropik (efek kronotropik, aritmogenesis) atau berhubungan dengan
mekanisme lain (penurunan preload,
vasodilatasi yang berlebihan).16
1.
Glikosida
Jantung
Glikosida jantung sering disebut
digitalis karena berasal dari tanaman digitalis. Prototipe dari digitalis
adalah digoksin. Digoksin memiliki bioavaibilitas oral 60-75% dengan waktu
paruh 36-40 jam, diekskresikan diginjal (sekitar 60%) serta metabolisme di hati
(40%).17
Digoksin bekerja menghambat Na+/K+ ATPase pada membran sel, meningkatkan natrium
intrasel, serta merubah pompa natrium dan kalsium, influks kalsium meningkat
dan disimpan di retikulum sarkoplasma, ekskresi kalsium ini meningkatkan
kontraktilitas. Peningkatan kontraktilitas menyebabkan peningkatan ejeksi
ventrikel, peningkatan curah jantung dan peningkatan perfusi ke ginjal.17, 18
Digitalis merupakan obat inotropik positif
yang digunakan untuk gagal jantung. Penelitian membuktikan digitalis
memperbaiki fungsi jantung, ditandai dengan berkurangnya gejala. Pemberian
digoksin harus berhati-hati dan dengan pemantauan ketat karena waktu paruhnya
panjang. Digitalis dapat digunakan untuk mengurangi kecepatan konduksi pada atrial flutter dan fibrilasi atrium atau
untuk meningkatkan periode refrakter nodus AV sehingga pengisian dan ejeksi
ventrikel efektif.17
Dosis pemberian digoksin adalah dengan loading dose berdasarkan usia, kemudian
dilanjutkan rumatan. Untuk loading dose
diberikan berdasarkan usia yaitu: bayi prematur 20 mikrogram/kg berat badan
(mcg/kg), bayi cukup bulan 30 mcg/kg, anak usia 1 bulan hingga 2 tahun 40-50
mcg/kg, anak usia 2 tahun hingga 10 tahun 30-40 mcg/kg, dan anak diatas 10
tahun 10-15 mcg/kg. Dosis rumatan diberikan 25-30% dosis awal dibagi menjadi 2
dosis. Digoksin tersedia dalam bentuk tablet 125 dan 250 mikrogram, kapsul 50,
100 dan 200 mikrogram serta injeksi 100 dan 250 mikrogram tiap mililiter18
Digoksin merupakan inotropik yang meningkatkan hemodinamik namun tidak
memiliki efek buruk terhadap tekanan darah dan laju jantung. Digoksin berperan
menekan aktivasi neurohormonal serta dapat digunakan dalam jangka waktu lama, walaupun
menurut penelitian tidak menurunkan mortalitas namun dapat mengurangi frekuensi
perawatan rumah sakit dan eksaserbasi gejala gagal jantung. Pemantauan kadar
digoksin sangat penting, kadar ≥1,2 ng/ml berhubungan dengan peningkatan
mortalitas. Kadar digoksin dianjurkan antara 0,5-0,8 ng/ml. Pemberian digoksin
terbukti mengurangi penggunaan alat bantu sirkulasi mekanik dan obat inotropik
pada pasien dengan disfungsi ventrikel kiri. Pasien gagal jantung kronik yang
stabil terbukti mengalami perburukan kondisi setelah digoksin dihentikan.14
Gejala utama toksisitas digitalis adalah aritmia, mual, muntah, dan diare.
Gejala yang jarang diantaranya halusinasi, kebingungan, gangguan penglihatan.
Intoksikasi kronik karena akumulasi kalsium intrasel. Intoksikasi akut yang
berat, biasanya disebabkan oleh overdosis yang ekstrim, menyebabkan depresi
jantung hingga henti jantung. Aritmia merupakan efek samping yang paling
berbahaya.17
Quinidine diketahui mengurangi kliren dan meningkatkan kadar digoksin
dalam serum sehingga pada penggunaan bersamaan perlu dosis penyesuaian.
Toksisitas seperti aritmogenesis meningkat dengan adanya hipokalemia,
hipomagnesemia dan hiperkalemia. Loop
diuretic dan tiazid selalu digunakan sebagai terapi gagal jantung, yang
penggunaannya secara signifikan menurunkan kadar kalium darah dan berpengaruh
terhadap toksisitas digoksin. Digoksin juga menginduksi muntah sehingga
menurunkan kadar magnesium. Monitoring elektrolit sangat penting dalam
monitoring toksisitas digitalis.17
Tatalaksana intoksikasi digitalis adalah mengoreksi defisiensi kalium
atau magnesium. Pemberian obat antiaritmia diberikan apabila tidak berespon
dengan koreksi kalium. Obat-obatan penurun kontraktilitas jantung seperti
lidokain dan fenitoin lebih disukai namun propranolol juga dapat digunakan.
Overdosis yang berat biasanya dapat menghambat semua pacemaker, sehingga diperlukan pacemaker
elektronik.17
2.
Katekolamin
(αβ adrenoceptor)
Katekolamin merupakan inotrop yang
paling umum digunakan. Katekolamin (dopamin, dobutamin, noradrenalin, adrenalin,
isoproterenol) dapat bertindak sebagai neurotransmitter dan hormon.15
Katekolamin mempengaruhi sistem kardiovaskuler diperantarai oleh reseptor α1,
β1, dan β2.15, 19 Stimulasi
terhadap reseptor β1 menyebabkan meningkatnya kontraktilitas miokardium yang
dimediasi oleh komplek aktin dan myosin yang mengikat troponin C dan
meningkatkan aktivitas kanal kalsium. Stimulasi terhadap reseptor β2 adrenergik
pada otot polos pembuluh darah melalui mekanisme yang berbeda yaitu
meningkatnya pengambilakn kalsium oleh reticulum sarkoplasma dan vasodilatasi. Stimulasi
terhadap reseptor α1 adrenergik menyebabkan kontraksi otot polos pembuluh darah
sehingga terjadi vasokonstriksi.19
Semua katekolamin memiliki efek inotropik dan kronotropik tergantung obat yang
digunakan seperti tampak pada tabel 1.15
Tabel
1. Klasifikasi Katekolamin Berdasarkan Tipe Efek Adrenergik
Agonis
|
Reseptor
|
||
α1
|
β 1
|
β 2
|
|
Inokonstriktor
|
|||
Norepinefrin
|
+++
|
+
|
0
|
Epinefrin
|
+++
|
+++
|
++
|
Dopamin
|
++
|
++
|
+
|
Inodilator
|
|||
Dobutamin
|
+
|
+++
|
++
|
Isoproterenol
|
0
|
+++
|
+++
|
Keterangan:
0= tidak ada
efek, + s/d ++++= efek minimal sampai dengan maksimal
Sumber: Fellahi dkk.15
Beberapa obat adrenoreseptor dikembangkan sebagai terapi gagal jantung
Mekanisme kerja adrenoseptor adalah inotropik positif yang dimediasi oleh
reseptor β1. Penggunaannya sebagai terapi jangka pendek meningkatkan
kontraktilitas, tetapi manfaatnya dibatasi peningkatan kebutuhan oksigen dan
efek kronotropik positif. Efek hemodinamik beta agonis dapat dilihat dalam
tabel 2.16
Tabel
2. Efek hemodinamik obat-obat katekolamin
Obat
|
Inotropik
|
Curah jantung
|
Tahanan vaskuler
sistemik
|
Konsumsi O2
miokardium
|
Laju jantung
|
Dopamin
Dosis rendah
Dosis tinggi
|
↑
↑↑
|
→↑
↑↑
|
→↓
↑↑↑
|
→↑
↑↑
|
→↑
↑↑
|
Dobutamin
|
↑↑
|
↑↑
|
↓
|
→↑
|
↑↑
|
Epinefrin
|
↑↑
|
↑↑
|
↑↑
|
↑↑↑
|
↑↑↑
|
Norepinefrin
|
↑↑
|
→↓
|
↑↑↑
|
↑
|
↑↑
|
Isoproterenol
|
→↓
|
↓↓↓
|
↑↑↑
|
↑↑↑↑
|
Keterangan: ↑ - ↑↑↑↑ = efek meningkatkan
minimal hingga maksimal, →= tidak mempengaruhi, ↓- ↓↓↓↓ = efek menurunkan
minimal hingga maksimal.
Sumber: Shupley dkk.16
Dopamin
Dopamin merupakan katekolamin
endogen, yang bekerja terhadap reseptor α dan β. Dopamin memiliki efek
inotropik dan kronotropik.20
Efek dopamin bergantung pada dosis.2
Pada dosis rendah (<3 mcg/kg/menit) menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah
termasuk pembuluh darah koroner dan ginjal, namun belum terbukti memperbaiki
fungsi ginjal. Pada dosis sedang (3-10 mcg/kg/menit) tidak hanya memiliki efek inotropik,
namun juga memiliki efek meningkatkan tekanan kapiler paru. Pada dosis tinggi
(10-20 mcg/kg/menit) menyebabkan vasokonstriksi yang dimediasi oleh reseptor
alfa, sehingga terjadi peningkatan afterload
yang tidak diharapkan pada pasien dengan disfungsi ventrikel kiri berat.2, 3, 14
Dopamin merupakan pilihan pertama terapi syok. Dopamin diberikan melalui
infus secara kontinyu. Peningkatan tekanan darah akibat stimulasi reseptor β1
jantung menghasilkan peningkatan curah jantung. Perfusi darah ke ginjal juga
meningkat dan menyebabkan peningkatan filtrasi glomerulus, serta pengeluaran
natrium melalui urin. Dopamin memiliki efek samping berupa mual, hipertensi dan
aritmia.20
Dobutamin
Dobutamin merupakan katekolamin
agonis β1 dan β2 adrenergik yang membantu meningkatkan kontraktilitas
miokardium. Pada pasien dengan syok kardiogenik yang disebabkan oleh gagal
jantung, dobutamin menurunkan tekanan akhir
diastole ventrikel kiri dan meningkatkan curah jantung. Dobutamin dapat
memacu hipotensi karena adanya efek β2 reseptor.14
Dobutamin diberikan melalui infus intra vena dengan dosis 2-15
mikrogram/kg/menit dilarutkan dalam larutan D5 atau NaCl 0,9%. Sediaan
dobutamin adalah 12,5 mg/ml.18
Penelitian menunjukan gagal jantung mengalami perbaikan dengan pemberian
dobutamin dosis 5-7,5 mcg/kg/menit. Mortalitas akibat penggunaan dobutamin tinggi
sehingga hanya digunakan pada pasien dengan gagal jantung untuk memperbaiki
diuresis.14
Respon yang baik ditunjukan pada pemberian dobutamin infus intermiten dosis
rendah 2,5 mcg/kg/menit selama 48 jam tiap minggu selama 6 bulan. Tidak
terdapat perbedaan yang signifikan pada mortalitas atau perbaikan klinis, namun
eksaserbasi gagal jantung lebih rendah. Dosis yang lebih tinggi tidak
menunjukan efek lebih baik pada iskemik miokard karena meningkatnya kebutuhan
oksigen miokardium serta memacu takikardi.14
Norepinefrin
Norepinefrin merupakan katekolamin
endogen yang disintesis dalam tubuh dan bersifat adrenergik. Norepinefrin
memiliki efek agonis α dan β, memiliki sifat inotropik, kronotropik dan
vasokonstriksi perifer.2, 14 Norepinefrin memiliki
efek terhadap reseptor α1 yang menyebabkan tahanan vaskular perifer meningkat
akibat vasokonstriksi termasuk pembuluh darah ginjal. Pada jantung norepinefrin
meningkatkan kontraktilitas dan meningkatkan tekanan darah. Norepinefrin
digunakan luas pada syok untuk meningkatkan resistensi vaskuler, meningkatkan
tekanan darah.20
Dosis yang digunakan adalah 0,1 mcg/kg/menit dinaikan hingga 1 mcg/kg/menit
dengan sediaan 1mg/ml.18
Karena efek agonis β norepinefrin menyebabkan takikardia, dapat berbahaya
karena dapat memacu infark miokardium akibat peningkatan kebutuhan oksigen.
Risiko aritmia lebih besar pada penggunaan norepinefrin. Pemberian norepinefrin
harus diberikan melalui vena sentral karena menyebabkan nekrosis pada kulit
apabila diberikan secara intravena perifer.14
Penelitian yang membandingkan norepinefrin dengan dopamin pada pasien
syok menunjukan tidak menurunkan mortalitas, namun pada dopamin efek samping
berupa aritmia lebih sering. Norepinefrin lebih disukai dari pada epinefrin
karena epinefrin dapat menyebabkan trombosis koroner.14
Epinefrin
Epinefrin berinteraksi dengan
reseptor α dan β. Pada dosis rendah efek β lebih dominan sehingga menyebabkan
vasodilatasi. Sedangkan pada dosis tinggi efek α lebih dominan sehingga
menyebabkan vasokonstriksi.3, 20 Epinefrin
memiliki kerja terhadap reseptor β1 yang bersifat inotropik dan kronotropik
positif sehingga dapat meningkatkan kontraktilitas dan laju jantung dengan
demikian akan meningkatkan curah jantung. Namun dengan efek tersebut kebutuhan
oksigen miokardium meningkat.2, 3, 20 Selain itu epinefrin memiliki efek
terhadap reseptor α yang menyebabkan konstriksi arteriol pada kulit, mukosa dan
organ viscera serta memiliki efek terhadapa reseptor β2 berupa dilatasi pembuluh
darah hepar dan otot rangka, serta penurunan aliran darah ke ginjal. Umumnya
terjadi peningkatan tekanan darah sistolik dan sedikit penurunan tekanan darah diastolik.20
Selain itu epinefrin juga memiliki efek terhadap sistem organ lain
diantaranya: bronkodilatasi, peningkatan kadar gula darah akibat glikogenolisis
di hepar, peningkatan glukagon dan penurunan insulin.20
Efek samping yang sering timbul diantaranya: ansietas, ketakutan, nyeri
kepala dan tremor. Perdarahan otak dapat terjadi akibat peningkatan tekanan
darah. Selain itu dapat menyebabkan aritmia terutama jika penderita mendapat
digitalis.20
Isoproterenol
Isoproterenol dominan memacu
reseptor β1 dan β2. Isoproterenol memacu jantung dengan meningkatkan laju
jantung dan kekuatan kontraksi. Isoproterenol memiliki aktivitas seperti
epinefrin dan sering digunakan pada atrioventricular
block (AV block) ataupun cardiac
arrest. Selain itu menyebabkan dilatasi arteriol otot rangka. Isoproterenol
meningkatkan tekanan darah sistolik namun secara bermakna menurunkan tekanan
darah diastolik.20
Isoproterenol selain memberikan efek terhadap jantung juga menyebabkan
bronkodilatasi, peningkatan gula darah dan lipolisis. Efek samping
isoproterenol sama dengan epinefrin.20
Dosis yang digunakan adalah 0,1-0,5 mcg/kg/menit dilakukan titrasi, dengan
sediaan 0,2 mg/ml.18
3.
Fosfodiesterase
inhibitor
Fosfodiesterase inhibitor bekerja menghambat
enzim fosfodiesterase-3 (PDE III) intraseluler yang mencegah degradasi cyclic adenosine monofosfat (cAMP) dalam
sel.2, 14
Milrinon
Milrinon digunakan sebagai inotrop
positif pada gagal jantung dan syok kardiogenik. Selain efek inotropik,
milrinon juga memiliki efek vasodilatasi perifer. Milrinon menurunkan tekanan
pengisian ventrikel kiri pasien gagal jantung. Milrinon menghambat enzim
fosfodiesterase-3 (PDE III) intraseluler yang mencegah degradasi cyclic adenosine monofosfat (cAMP) dalam
sel. Peningkatan cAMP meningkatkan aktivasi protein kinase A yang menyebabkan
masuknya kalsium ke dalam sel. Peningkatan kalsium intrasel memacu mikardium
untuk berkontraksi.14
Efek inotropik positif milrinon tidak bergantung pada stimulasi reseptor
β sel mikardium, hal ini membedakannya dengan dopamin dan dobutamin. Milrinon
digunakan pasien gagal jantung lanjut untuk mengoptimalkan terapi β blocker.
Milrinon membantu mengurangi tekanan arteri pulmonalis melalui efek
vasodilatasi arteri pulmonalis, sehingga meningkatkan fungsi ventrikel kanan.14
Dosis yang digunakan adalah loading dose
10-50 mcg/kg selama 10 menit kemudian dilanjutkan dengan 0,1-1 mcg/kg/menit
intravena. Sediaan milrinone adalah 1 mg/ml.18
Milrinon intravena dieliminasi melalui ginjal dan memiliki waktu paruh
beberapa jam, sehingga merupakan pada pasien gagal ginjal. Milrinon dapat
menginduksi aritmia dan hipotensi. Efek samping ini bertahan beberapa jam setelah
infus dihentikan. Milrinon mengurangi frekuensi perawatan di rumah sakit dan
terjadi perbaikan gejala gagal jantung.14
4.
Calsium sensitizer
Calcium
sensitizer bekerja sebagai inotropik dengan meningkatkan
sensitivitas sel otot jantung terhadap kalsium intraselular.4, 11, 14, 21, 22
Levosimendan
Levosimendan adalah obat calcium sensitizer yang dapat bekerja
sebagai inotrop yang meningkatkan sensitivitas kardiomiosit terhadap kalsium
intraselular dengan cara mengikat troponin C. Levosimendan memiliki efek
inotropik tanpa meningkatkan kalsium intraselular sehingga mencegah risiko
terjadinya aritmia. Levosimendan juga memiliki efek vasodilator dengan membuka
kanal potassium yang sensitif terhadap ATP pada otot polos sehingga terjadi relaksasi.
Levosimendan mengurangi preload dan afterload sehingga sangat membantu dalam
terapi gagal jantung. Selain itu levosimendan juga memiliki efek sebagai PDE
III inhibitor.4, 14, 21
Penggunaan jangka pendek pada pasien dengan gagal jantung memberikan
perbaikan gejala. Pemberian levosimendan menunjukan perbaikan klinis dan
menurunkan mortalitas pada satu hingga enam bulan dibandingkan dengan
dobutamin. Levosimendan juga tidak menyebabkan hipotensi, iskemia dan
mengurangi risiko perburukan gagal jantung serta kematian.14, 22 Pedoman Asosiasi
Kardiologi Eropa menyarankan levosimendan untuk memperbaiki hipoperfusi akibat
beta bloker.14
Dosis yang digunakan levosimendan adalah 0,05-0,2 mcg/kg/menit.2
Pemilihan Inotropik pada Gagal
Jantung
Dalam memilih inotropik pada gagal
jantung pertama-tama anamnesis dan pemeriksaan fisik yang mengarah terhadap
mekanisme dan etiologi gagal jantung. Pemasangan kateter urin untuk mengukur
urin output per jam dalam menilai perfusi organ. Gagal jantung terutama
diklasifikasikan berdasarkan temuan fisik. Pasien dibagi berdasarkan ada atau
tidaknya bendungan atau perfusi yang rendah menjadi:2
1. Paling
banyak pasien gagal jantung menunjukan perfusi organ yang cukup, tetapi volume
overload. Pada kondisi ini selain diuretik obat paling baik adalah inotropik
yang juga memiliki efek sebagai vasodilator. Inotropik yang memiliki efek
vasokonstriktor merupakan kontraindikasi.
2. Gagal
jantung dengan curah jantung yang terganggu dan kompensasi mekanisme Starling
tidak cukup untuk meningkatkan preload.
Pada kondisi ini hidrasi merupakan tindakan pertama. Pada pasien yang tidak
mampu memperbaiki perfusi organ, diperlukan inotropik positif seperti
dobutamin, atau calcium sensitizer,
dan pada bebarapa kasus perlu diberikan beta bloker hingga phosphatidiesterase inhibitor.
3. Pada
kondisi gangguan perfusi organ dengan adanya kongesti. Pasien dalam kondisi
terancam syok kardiogenik. Pada kondisi ini diperlukan perbaikan preload dan afterload sangat terbatas, pemompaan sangat terganggu sehingga
inotropik sangat diperlukan. Inotropik dengan efek vasokonstriksi ringan
diperlukan hingga etiologi dan terapi penyebab ditentukan. Pada kondisi ini
dapat diberikan berupa terapi tunggal dopamin dosis sedang, atau terapi
kombinasi dobutamin dan dopamin, kombinasi levosimendan dengan dopamine dan
pada beberapa kasus dengan beta bloker, atau kombinasi fosfatidiesterase dengan
norepinefrin.
Untuk
mempermudah memahami efek obat inotropik dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Efek Inotropik Terhadap Jantung
dan Pembuluh Darah Perifer
Obat inotropik
|
Dosis
|
Efek terhadap
jantung
|
Efek terhadap
vaskuler perifer
|
||
Laju jantung
|
Kontraktilitas
|
Vasokonstriksi
|
Vasodilatasi
|
||
Norepinefrin
|
2-40 mcg/kg/mnt
|
+
|
++
|
++++
|
0
|
Dopamin
|
1-4 mcg/kg/mnt
|
+
|
+
|
0
|
+
|
4-20 mcg/kg/mnt
|
++
|
++ s/d +++
|
++ s/d +++
|
0
|
|
Epinefrin
|
1-20 mcg/mnt
|
++++
|
++++
|
++++
|
+++
|
Dobutamin
|
2-20 mcg/kg/mnt
|
++
|
+++ s/d ++++
|
0
|
++
|
Milrinon
|
0,375-0,75
mcg/kg/mnt
|
+
|
+++
|
0
|
++
|
Levosimendan
|
0,05-0,2
mcg/kg/min
|
+
|
+++
|
0
|
++
|
Keterangan:
0= tidak ada
efek, + s/d ++++= efek minimal sampai dengan maksimal
Sumber:
Hollenberg.2
Simpulan
Inotrop
dapat memperbaiki kontraktilitas miokardium pada penyakit jantung. Pemilihan
inotrop harus dengan pertimbangan karena efek samping pada pemberian jangka
pendek ataupun panjang.
Daftar
Pustaka
Komentar
Posting Komentar