Pemeriksaan Mental Emosional Remaja dengan Penyakit Kronik




Pendahuluan
Masa remaja merupakan masa yang rentan terhadap tekanan karena pada masa ini, remaja mengalami tahapan perkembangan yang sangat signifikan, meliputi pertumbuhan (growth spurt), pubertas, perkembangan mental, emosional, sosial, juga perilaku. Masa ini merupakan masa yang kritis, yaitu saat untuk berjuang melepaskan ketergantungan kepada orang tua dan berusaha mencapai kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Kondisi penyakit kronis dapat mempengaruhi perkembangan fisik, kognitif, sosial dan emosional pada remaja. Dengan kemajuan teknologi kedokteran dalam beberapa dekade terakhir, prevalensi remaja dengan penyakit kronis meningkat dramatis. Penanganan optimal remaja dengan penyakit kronis tidak hanya terbatas pada masalah medis, tetapi harus memperhatikan faktor perkembangan, psikososial, dan keluarga.1
     Penyakit kronis secara umum mencakup gangguan fisik, emosional, maupun perkembangan yang memengaruhi seseorang dalam waktu yang lama.2, 3 Dalam sebuah studi yang dilakukan di Prancis pada kelompok remaja berusia 11-19 tahun melalui survey dengan kuesioner yang dilakukan di sekolah-sekolah, prevalensi penyakit kronis berada pada angka 8,3% pada remaja perempuan dan 9% pada remaja laki-laki. Studi lain dengan metode yang sama yang dilakukan di Kolumbia dan Kanada pada populasi remaja berusia 13-19 tahun menunjukkan bahwa prevalensi penyakit kronis pada remaja perempuan adalah sekitar 11%, sedangkan pada remaja laki-laki 7%. Di Swiss, prevalensi penyakit kronis pada remaja berusia 15-20 tahun adalah 11,3% pada perempuan dan 8,3% pada laki-laki.2

Remaja
Masa remaja merupakan suatu tahapan transisi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa. Pada masa ini, terjadi sejumlah perubahan signifikan, baik perubahan fisik maupun psikis. Tidak ada ketentuan mengenai batasan usia masa remaja, namun masa remaja kira-kira berlangsung sejak usia 12 tahun hingga akhir usia belasan, ketika pertumbuhan fisik hampir lengkap.1 UU No.4 tahun 1979 mengenai kesejahteraan anak mendefinisikan remaja sebagai individu yang belum mencapai usia 21 tahun dan belum menikah.4 Sedangkan WHO mendefinisikan anak muda (young people) sebagai orang berusia 10-24 tahun, remaja (adolescence) berusia 10-19 tahun, dan youth berusia 15-24 tahun. Di negara maju, orang berusia 10-20 tahun merupakan 13-15% bagian dari populasi.5
Perkembangan remaja dalam perjalananya dibagi menjadi tiga fase, yaitu:6
1.      Remaja awal (10-14 tahun) Remaja pada masa ini mengalami pertumbuhan fisik dan seksual dengan cepat. Pikiran difokuskan pada keberadaanya dan pada kelompok sebaya. Identitas terutama difokuskan pada perubahan fisik dan perhatian pada keadaan normal. Perilaku seksual remaja pada masa ini lebih bersifat menyelidiki, dan tidak membedakan. Sehingga kontak fisik dengan teman sebaya adalah normal. Remaja pada masa ini berusaha untuk tidak bergantung pada orang lain. Rasa penasaran yang tinggi atas diri sendiri menyebabkan remaja membutuhkan privasi.
2.      Remaja pertengahan (15-17 tahun) Remaja pada fase ini mengalami masa sukar baik untuk dirinya sendiri maupun orang dewasa yang berinteraksi dengan dirinya. Proses kognitif remaja pada masa ini lebih rumit. Melalui pemikiran operasional formal, remaja pertengahan mulai bereksperimen dengan ide, memikirkan apa yang dapat dibuat dengan barang barang yang ada, mengembangkan wawasan, dan merefleksikan perasaan kepada orang lain. Remaja pada fase ini berfokus pada masalah identitas yang tidak terbatas pada aspek fisik tubuh. Remaja pada fase ini mulai bereksperimen secara seksual, ikut serta dalam perilaku beresiko, dan mulai mengembangkan pekerjaan diluar rumah. Sebagai akibat dari eksperimen beresiko, remaja pada fase ini dapat mengalami kehamilan yang tidak diinginkan, kecanduan obat, dan kecelakaan kendaraan bermotor. Usaha remaja fase pertengahan untuk tidak bergantung, menguji batas kemampuan, dan keperluan otonomi mencapai maksimal mengakibatkan berbagai permasalahan yang dengan orang tua, guru, maupun figur yang lain.
3.      Remaja akhir (18-21 tahun ) Remaja pada fase ini ditandai dengan pemikiran operasional formal penuh, termasuk pemikiran mengenai masa depan baik itu pendidikan, kejuruan, dan seksual. Remaja akhir biasanya lebih berkomitmen pada pasangan 10 seksualnya daripada remaja pertengahan.Kecemasan karena perpisahan yang tidak tuntas dari fase sebelumnya dapat muncul pada fase ini ketika mengalami perpisahan fisik dengan keluarganya. Dalam perjalanan kehidupanya, remaja tidak akan lepas dari berbagai macam konflik dalam perkembanganya. Setiap tingkatan memiliki konflik sesuai dengan kondisi perkembangan remaja pada saat itu. Konflik yang sering dihadapi oleh remaja semakin kompleks seiring dengan perubahan yang mereka alami pada berbagai dimensi kehidupan dalam diri mereka yaitu dimensi biologis, dimensi kognitif, dimensi moral dan dimensi psikologis.

Tabel 1.Tugas Perkembangan (Developmental Tasks) Remaja2

Biologis
Psikologis
Sosial
Remaja Awal
Pubertas awal
Perempuan
-    Perkembangan payudara dan rambut pubis (Tanner stage II)
-    Awal mula growth spurt
Laki-laki
-    Pembesaran testis, awalu mula pertumbuhan genital (Tanner stage II)

-    Pemikiran tetap konkrit nnamun disertai perkembangan konsep moral awal
-    Kemajuan perkembangan identitas seksual
-    Perkembangan orientasi seksual – mungkin eksperimental
-    Kemungknan ketertarikan homoseksual
-    Penilaian dan restrukturisasi body image terkait pertumbuhan yang cepat
-    Realisasi perbedaan dari orangtua
-    Awal identifikasi teman sebaya
-    Awal perilaku eksploratif (merokok, kekerasan)
Remaja Pertengahan
Perempuan
-    Pubertas pertengahan dan lanjut (Tanner stage IV-V) dan pertumbuhan selesai
-    Menarche (Stage IV)
-    Perkembangan bentuk tubuh wanita karena deposisi lemak
Laki-laki
-    Pubertas pertengahan (Stage III-IV)
-    Spermarche dan emisi nokturnal
-    Perubahan suara
-    Growth spurt dimulai (stage III-IV)
-    Mulai berpikir abstrak melalui kemampuan membayangkan peneramapan masa depan pada orang lain daripada diri sendiri
-    Perkembangan kemampuan verbal; mampu beradaptasi dengan keperluan sekolah
-    Moralitas konvensional (mengidentifikasi hukum dengan moralitas)
-    Mengembangkan ideologi (agama atau politik)
-    Mampu berpisah dari orangtua
-    Strong peer group identification
-    Meningkatnya perilaku berisiko (merokok, konsumsi alkohol dan zat, eksplorasi seksual)
-    Menyukai lawan jenis
-    Merencanakan masa depan (pendidikan dan vokasional)

Remaja akhir
Laki-laki
-  Perkembangan pubertas selesai (stage V)
-  Efek androgenik  pada otot dan rambut tetap berlanjut
-     Berpikir abstrak kompleks
-     Moralitas pasca konvensional (mulai mampu membedakan hukum dan moralitas)
-     Lebih mampu mengontrol impulsivitas
-     Pengembangan identitas diri lebih lanjut
-     Pengembangan atau penolakan ideologi lanjutan
-    Berpisah dari orangtua dan mengembangkan autonomi sosial
-    Memiliki hubungan dekat dengan orang lain (lawan jenis)
-    Mengembangkan kemampua vokasional, beberapa mandiri secara finansial


Penyakit kronik
Penyakit kronis secara umum mencakup gangguan fisik, emosional, maupun perkembangan yang memengaruhi seseorang dalam waktu yang lama. Penyakit dan perilaku kesehatan pada remeja berbeda dengan pada anak dan dewasa. Secara epidemiologi, prevalensi penyakit kronis pada remaja sulit ditentukan karena masih belum tersedianya data yang spesifik untuk kelompok usia ini, perbedaan metodologi dan juga definisi yang digunakan dalam setiap studi.2, 3
     Prevalensi penyakit tertentu pun dapat berbeda di tiap daerah atau negara, sekalipun metode dan definisi yang digunakan sama. Adapun penyakit kronis yang umum diteliti dan ditemukan pada kelompok usia remaja meliputi diabetes, epilepsi, asma, cerebral palsy, obesitas, skoliosis, gangguan pendengaran, gangguan pemusatan perhatian, cacat fisik, hipertensi, leukemia, sickle-cell disease, arthritis, dan sebagainya. Di Amerika Serikat, penyakit kronis yang paling banya diderita anak-anak dan remaja meliputi alergi (9%), asma (4%), eksim dan alergi kulit (3%), penyakit jantung (2%), epilepsi (0,2%), dan diabetes (0,1%), dan penyakit-penyakit tersebut tidak jarang disertai oleh gangguan mental seperti depresi dan gangguan cemas.3

Skrining Perkembangan Remaja
Strengths and Difficulties Questionnaire
SDQ merupakan kuesioner untuk skrinning perilaku anak usia 3-16 tahun, yang praktis, ekonomis dan mudah digunakan oleh klinisi, orang tua, maupun guru. Kuesioner SDQ dapat diisi sendiri oleh anak usia 11-16 tahun. Sedangkan untuk anak usia kurang dari 11 tahun, selain diisi sendiri oleh anak, kuesioner juga diisi oleh orang tua atau guru anak tersebut. Di dalam penilaian SDQ, terdapat 25 poin penilaian aspek psikologi yang dibagi menjadi 5 (lima) bagian, yaitu: gejala emosional, masalah perilaku, hiperaktivitas/inatensi, masalah hubungan antar sesama, dan perilaku sosial. Masing-masing bagian tersebut terdiri dari 5 (lima pertanyaan). Setiap pertanyaan mengandung 3 (tiga) jawaban, yaitu : tidak benar, agak benar, dan benar yang dapat dipilih oleh pengisi kuesioner dengan cara memberi tanda pada pernyataan yang sesuai. Setelah kuesioner terisi, jawaban diberi skor sesuai kelompok bagiannya masing-masing sesuai dengan nilai yang telah ditentukan. Kemudian dapat diintepretasi : normal, borderline, atau abnormal.7

Pediatric Symptom Checklist-17
Alat skrining psikososial untuk mengenali ada masalah emosional dan perilaku, sehingga intervensi yang sesuai dapat dilakukan sedini-dininya. Pertama kali dipublikasikan oleh Jellinek dkk. (1988). Skrining perilaku anak usia 4–16 tahun. Berisi pertanyaan yang dinilai oleh orangtua, pengasuh, atau guru sekolah. Untuk remaja usia lebih dari 11 th, kuesioner dapat diisi sendiri oleh remaja → PSC versi remaja (youth-PSC).8
Cara melakukan pemeriksaan PSC-17 versi remaja
     PSC-17 versi remaja (Y-PSC-17) terdiri atas 17 pertanyaan seputar perilaku yang harus dijawab oleh remaja sesuai penilaian remaja terhadap dirinya sendiri. Tujuh belas pertanyaan tersebut dikelompokkan menjadi 3 subskala perilaku sebagai berikut: 8
1.    Subskala internalisasi (5 pertanyaan)
2.    Subskala eksternalisasi (7 pertanyaan)
3.    Subskala perhatian (5 pertanyaan)
Tiap pertanyaan dapat dijawab sebagai:
1.    Tidak pernah (nilai 0)
2.    Kadang-kadang (nilai 1)
3.    Selalu (nilai 2)
Kemudian jumlahkan nilai masing-masing subskala perilaku tersebut.Jumlahkan nilai dari ketiga subperilaku tersebut menjadi nilai total. Gangguan perilaku dicurigai bila:
·         Jumlah nilai internalisasi 5 atau lebih
·         Jumlah nilai eksternalisasi 7 atau lebih
·         Jumlah nilai perhatian 7 atau lebih
Atau
·         Nilai total internalisasi+eksternalisasi+perhatian 15 atau lebih
Pertanyaan yang tidak dijawab oleh remaja dapat diabaikan (diberi nilai 0).Demikian juga dengan pertanyaan yang dijawab dengan lebih dari 1 jawaban, diberi nilai 0. Jika terdapat ≥4 pertanyaan yang tidak dijawab, maka kuesioner dianggap invalid.8

Skrining HEEADSSS (Home, Education & Employment, Eating & Exercise, Activities & Peer Relationships, Drug use, Sexuality, Suicide and Depression, Safety)
HEEADSSS merupakan salah satu alat skrining yang bertujuan untuk mengetahui riwayat psikososial dan risiko kesehatan seorang remaja. HEEADSSS  pertama kali disusun pada tahun 1972 oleh Henry Berman, MD, kemudian direvisi tahun 1988. Kemudian diperbaharui lagi  tahun 2004. HEEADSSS merupakan format ideal untuk pemeriksaan kesehatan. Alat skrining ini dapat memberikan informasi mengenai  fungsi remaja beberapa bidang seperti:
H-Home
E-Education & Employment
E- Eating & Exercise
A-Activities & Peer Relationships
D- Drug use/Ciggarettes/ Alcohol
S- Sexuality
S- Suicide and Depression
S- Safety
Untuk sebagian besar remaja, riwayat psikososial sama pentingnya dengan pemeriksaan fisik. Riwayat psikososial tersebut dapat diperoleh dengan menggunakan metode wawancara HEEADSSS. Wawancara HEEADSSS berfokus pada penilaian lingkungan Rumah, Pendidikan dan pekerjaan, Makanan, teman sebaya dalam melakukan Kegiatan, Narkoba, Seksualitas, Bunuh Diri / depresi, dan Keselamatan dari cedera dan kekerasan.9
Penilaian HEEADSSS memiliki beberapa tujuan, seperti:
1.      Laporan perkembangan seorang remaja
2.      Skrining risiko gangguan prilaku
3.      Mengidentifikasi kekuatan seorang remaja dan faktor proteksinya,
4.      Mengidentifikasi area yang memerlukan intervensi dan prevensi.
Pertanyaan HEEADSSS dimulai dari pertanyaan-pertanyaan mengenai area yang kurang sensitif pada remaja, selanjutnya beralih ke pertanyaan yang sensitif .9


Skrining CRAFFT (Car, Relax, Alone, Friend, family, Trouble)
CRAFFT merupakan alat skrining penyalahgunaan zat pada remaja dalam bentuk kuesioner yang cukup sederhana dan relevan sehingga dapat mengenali risiko. Tes ini terdiri dari 2 bagian. "CRAFFT" merupakan akronim untuk enam pertanyaan pada pemeriksaan bagian ke 2. Dokter di Pusat kegiatan penyalahgunaan zat pada anak-anak di Boston mengembangkan skrining CRAFFT pada tahun 1999. Pada saat itu, tidak ada tes untuk konsumsi alkohol dan penyalahgunaan obat-obatan yang dirancang khusus untuk remaja. Tujuan  untuk mengembangkan tes bagi remaja yang cepat, mudah diberikan, mudah dinilai.10
     Dengan menggunakan alat Skrining penyalahgunaan zat pada remaja dalam bentuk kuesioner seperti CRAFFT screening test yang cukup sederhana dan relevan dapat untuk mengenali risiko terjadinya penyalahgunaan zat/obat.10
     CRAFFT adalah tes yang sangat cepat. Dibutuhkan rata-rata 74 detik agar dokter memberi CRAFFT. Jika seseorang mengambil CRAFFT mereka sendiri, dibutuhkan rata-rata 49 detik. Penelitian telah menunjukkan bahwa CRAFFT adalah tes yang baik untuk masalah alkohol dan narkoba pada remaja. Sebagai contoh 92% remaja yang mendapat skor 2 atau lebih pada CRAFFT memang memiliki masalah penyalahgunaan zat 64% remaja yang skornya kurang dari 2 tidak memiliki masalah penyalahgunaan zat.10

Pemeriksaan Depresi pada anak (Children Depression Inventory)
(CDI) merupakan suatu skala penilaian sendiri yang digunakan untuk menilai keparahan gejala depresi pada anak. CDI terdiri dari 5 subskala antara lain suasana hati negative (negative mood), ketidakefektifan (ineffectiveness), kesedihan(anhedonia), harga diri negatif (negative self-esterm), dan kesulitan interpersonal (interpersonal problems).
CDI merupakam inventori untuk mengungkapkan gejala depresi pada anak dan remaja pada rentang usia 7-17 tahun yang meliputi kesedihan, anhedonia, ide bunuh diri,dan gangguan nafsu makan. Formulir panjang terdiri atas 27 butir penilaian, yang berbentuk pelaporan diri yang berorientasi pada  gejala depresi pada remaja. Disamping skala dalam bentuk panjang, juga tersedia skala dalam bentuk pendek yang terdiri atas 12 butir.Konsep teori CDI didasarkan konsep pengukuran depresi pada orang dewasa yaitu Beck Depression Inventory (BDI).


Pemeriksaan Child Behavior Checklist
Profil perilaku anak berasal dari CBCL (Child Behavior Checklist) awalnya distandarisasi selama 6 sampai 11 tahun pada anak laki-laki, dan kemudian diperluas pada kedua jenis kelamin direntang usia 6 sampai 16 tahun . Pada tahun 1983, Achenbach & Edelbrock menerbitkan Manual for Child Behavior Checklist / 4-16, dan pada tahun 1991 versi revisi dari CBCL diterbitkan untuk 4 sampai 18 tahun tanpa perubahan signifikan dalam konten item dibandingkan dengan versi 1983. Perubahan yang paling relevan yaitu dalam versi 1991 yang melibatkan Profil perilaku anak termasuk pendirian dari rentang batas untuk skala T-score dan Pengembangan sindrom lintas informan untuk menggabungkan informasi dari orang tua, remaja dan guru. Pada tahun 2001, CBCL / 4-18 direvisi untuk membuatnya berlaku pada kedua jenis kelamin dalam enam sampai 18 tahun rentang usia (CBCL / 6-18). Skala berorientasi DSM juga diciptakan untuk membantu pengguna berkoordinasi secara empiris berbasis penilaian dengan diagnostik kategori DSM, dan perangkat lunak ASEBA Windows diperkenalkan untuk memudahkan pemasukan data, T-score perhitungan dan pencetakan profi.11
     Skor utama untuk CBCL didasarkan pada pengelompokkan kelompok perilaku yang biasanya terjadi bersamaan. Skala asli menggunakan analisis komponen utama untuk mengelompokkan item, dan penelitian yang lebih baru yang telah menggunakan analisis faktor konfirmatori untuk menguji struktur. Pertanyaan yang sama dikelompokkan ke dalam skor skala sindrom, dan skor kemudian dijumlahkan untuk menghasilkan skor baku untuk sindrom tersebut.11
     Delapan  skala sindrom berbasis empiris yaitu:
1.      Perilaku Agresif
2.      Cemas / tertekan
3.      Perhatian Masalah
4.      Perilaku Rule Breaking
5.      Keluhan Somatik
6.      Masalah sosial
7.      Masalah Pemikiran
8.      Menarik diri / Tertekan.



Mini Mental State Examination
Mini Mental State Examination merupakan kuesioner yang digunakan untuk menilai status mental secara sistematis dan menyeluruh. Kuesioner ini terdiri dari 11 pertanyaan yang menguji 5 bidang kognitif yaitu: orientasi, registrasi, perhatian dan perhitungan, recall dan bahasa. Skor maksimum untuk MMSE adalah 30. Skor 23 atau lebih rendah menunjukan penurunan kognitif.12

Kesimpulan
Remaja dengan penyakit kronik rentan terhadap masalah psikososial. Berbagai alat untuk mendeteksi kelainan mental psikososial remaja telah tersedia agar anak dengan penyakit kronik dapat diberikan tatalaksanaterhadapa masalah mental emsosional  disamping tatalaksana penyakit utama.


Daftar Pustaka

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TERAPI INOTROPIK PADA PENYAKIT JANTUNG ANAK

PENDEKATAN DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA PENYAKIT PARU KRONIK PADA ANAK