MASALAH PERDAGANGAN ANAK DI INDONESIA
MASALAH PERDAGANGAN ANAK DI INDONESIA
Pendahuluan
Perdagangan manusia bukan fenomena yang baru. Perdagangan
manusia saat ini merupakan indrustri kriminal yang berkembang paling pesat. Anak umumnya merupakan komoditas
dalam industri perdagangan manusia.
Pada tahun 2005, UNICEF and
Inter-Parliamentary menyebutkan bahwa praktik perdagangan anak telah mengasilkan
hingga US$10 milyar per tahun. Namun demikian, dengan sifat yang tak terlihat
dan bergerak secara rahasia, praktik ini menjadi sangat sulit untuk diketahui
jumlah korbannya secara global. Sejauh ini, diperkirakan sekitar 1,2 juta anak
diperdagangkan setiap tahun di seluruh dunia. Di Indonesia, sejak
2011 hingga Juli 2015, tercatat ada sebanyak 860 kasus yang dilaporkan. Secara
rinci, pada 2011 terjadi 160 kasus, 2012 sebanyak 173 kasus, 2013 sebanyak 184
kasus, 2014 ada 263 kasus, dan hingga bulan Juli 2015 KPAI mendapati laporan
perdagangan anak sebanyak 80 kasus.
Berbagai alasan dan tujuan yang mendorong
terjadinya perdagangan anak. Pada referat ini akan dibahas mengenai definisi,
tujuan, dampak dan strategi untuk menanggulangi perdagangan anak.
Definisi
Konvensi International Mengenai
Anak sebagaimana yang tertuang dalam Konvensi Hak Anak (KHA) memberikan batasan
usia pada anak yaitu mereka yang belum berumur 18 tahun. Konvensi ini
memberikan batasan usia maksimal yang dapat dikategorikan dalam usia anak,
tetapi tidak memberikan batasan yang tegas usia minimal yang dikategorikan
sebagai usia anak. Untuk menjawab permasalahan apakah yang dimaksudkan dibawah
usia 18 tahun itu termasuk anak yang berada dalam kandungan, KHA mengadopsi dua
pandangan yakni: (1) anak yang masih dalam kandungan termasuk dalam pembatasan
usia dibawah 18 tahun dan padangan; dan (2) yang dimaksudkan dalam usia dibawah
18 tahun tidak termasuk bayi yang masih dalam kandungan.
Di Indonesia definisi mengenai anak tertuang
dalam Undang-Undang No. 23/2002 tentang Perlindungan Hak Anak. Undang-Undang
ini mendefinisikan bahwa anak adalah orang yang belum berusia 18 tahun,
termasuk dalam pembatasan ini adalah anak yang masih dalam kandungan. Ada
beberapa point yang dapat digarisbawahi dari pembatasan ini yakni: (1)
Undang-Undang ini tidak membenarkan praktek aborsi; (2) dengan tidak
membenarkan praktek aborsi, maka anak yang di dalam kandungan secara inherent
memiliki hak untuk hidup, bertumbuh dan berkembang. Dan karena kondisinya yang
masih harus bergantung pada orang lain pada mana ia bergantung, anak itu
mendapat hak yang diberikan dan dilindungi oleh Undang-Undang yakni hak untuk
mendapat perlindungan; dan (3) pembatasan usia dalam undang-udang ini tidak
mengecualikan seseorang yang sudah menikah. Artinya walaupun seseorang sudah
menikah, ia tetap dikategorikan anak dan mendapat hak-haknya sebagai anak
seperti yang diatur dalam Undang-Undang ini.
Sesuai Konvensi Hak Anak dapat
dikelompokkan dalam 4 (empat) kategori hak-hak anak:
1.
Non diskriminatif
Setiap anak berhak menikamati haknya, baik itu laki-laki ataupun perempuan,
kaya miskin, bahasa, agama, kultur, ataupun anak cacat.
2.
Memberikan yang terbaik untuk anak
Kepentingan anak harus menjadi prioritas dalam segala tindakan yang
menyangkut anak, baik itu kebijakan, peraturan ataupun hukum yang dilakukan
oleh lembaga pemerintahan, pengadilan atau badan legeslatif.
3.
Kelangsungan hidup dan tumbuh kembang
Setiap anak memiliki hak untuk hidup tumbuh dan berkembangdan negara
berkewajiban untuk menjamin kelangsungan hidup serta pertumbuhan dan perkembangan
anak.
4.
Menghargai pandangan dan pendapat anak
Hak anak untuk menyatakan pendapat dalam segala hak yang mempengaruhi anak.
Perdagangan anak menurut Protocol to Prevent, Suppress and Punish
Trafficking in Persons, Especially Women and Children, Supplementing the United
Nations Convention Against Transnational Organized Crime berarti
perekrutan, pengangkutan, pengiriman, penampungan atau penerimaan orang dibawah
usia 18 tahun, dengan cara apa pun, untuk tujuan eksploitasi (Pasal 3).
Menurut Emmy (2007) perdagangan anak ini
meliputi tiga elemen kunci, yaitu proses (meliputi perekrutan, pengangkutan,
transfer, penyembunyian, dan penerimaan orang), cara (dengan ancaman, atau
menggunakan kekerasan atau bentuk pemaksaan lainnya, penculikan, pemalsuan,
penipuan, penyalahgunaan kekuasaan, memberikan atau menerima pembayaran, atau
keuntungan untuk mendapat ijin dari orang yang memegang kendali atas orang
lain) dan tujuan (eksploitasi, paling tidak eksploitasi pelacuran oleh orang
lain, atau bentuk lain dari eksploitasi seksual, kerja atau pelayanan paksa,
atau pengambilan organ tubuh).
Perdagangan orang dapat terjadi dengan
atau tanpa persetujuan korban, di dalam atau di luar negara asal korban, dan
dengan atau tanpa menggunakan cara-cara terselubung seperti pemaksaan atau
penipuan. Secara rinci, bila merujuk pada protocol
to prevent, punish on trafficking women and children, maka kejahatan
perdagangan orang mengandung unsur sebagai berikut:
1. Adanya perbuatan perlintasan
terhadap orang, yakni:
a.
Perekrutan (recruitment);
b.
Pengangkutan (transportation);
c.
Pemindahan (transfer);
d.
Melabuhkan (harbouring);
e.
Menerima (receipt).
2. Adanya modus perbuatan yang
dilarang, yakni:
a.
Penggunaan ancaman (use of force); atau
b.
Penggunaan bentuk tekanan lain (other forms of
coercion);
c.
Penculikan;
d.
Penipuan;
e.
Kecurangan;
f.
Penyalahgunaan kekuasaan;
g.
Kedudukan beresiko/rawan (a position of
vulnerability);
h.
Memberi/menerima pembayaran.
3. Adanya tujuan atau akibat dari
perbuatan, yakni eksploitasi manusia, yakni:
a.
Eksploitasi prostitusi;
b.
Eksploitasi seksual;
c.
Kerja paksa atau pelayanan paksa;
d.
Perbudakan;
e.
Praktek serupa perbudakan;
f.
Perhambaan;
g.
Peralihan organ (removal organ).
4. Dengan atau tanpa persetujuan
orang.
Tujuan
UNICEF and Inter-Parliamentary
menjelaskan beberapa alasan praktik perdagangan anak, diantaranya:
1.
Buruh Anak. Anak-anak sering dimanfaatkan sebagai
buruh murah atau buruh tidak dibayar yang dipekerjakan di perkebunan,
pertambangan atau lingkungan berbahaya lainnya.
2.
Buruh terikat. Dalam kasus buruh terikat, keluarga
biasanya menerima pembayaran di muka, selanjutnya cicilan pembayaran dipotong
dari gaji anak.
3.
Pengemis anak. Anak-anak dianggap menarik lebih banyak
simpati.
4.
Perlombaan olahraga
5.
Perdagangan organ
6.
Adopsi gelap
7.
Perkawinan dibawah umur. Orang tua mungkin setuju
untuk menjual anak mereka karena miskin atau karena mereka percaya bahwa
perkawinan tersebut akan memberikan anak perempuan mereka perlindungan keuangan
dan sosial yang lebih baik
8.
Eksploitasi seksual. Contohnya meliputi penggunaan
anak-anak di rumah pelacuran dan untuk produksi materi pornografi.
Faktor Penyebab Perdagangan Anak
Banyak faktor yang menyebabkan
terjadinya perdagangan anak, diantaranya:
1.
Lemahnya penegakan hukum
2.
Kurangnya kesadaran masyarakat
3.
Kurangnya sosialisasi peraturan perundang-undangan
4.
Pengangguran dan kemiskinan
Dampak
terhadap Anak
Pelaku perdagangan anak melakukan manipulasi
psikologis dan metode pemaksaan untuk mengkontrol korban mereka dan membuat
korban hampir tidak mungkin melarikan diri,
menghancurkan pertahanan fisik dan psikologis mereka. Metode dilakukan termasuk
kekerasan fisik, seksual, dan kekerasan
psikologis; isolasi; ketergantungan pada alkohol atau obat-obatan; dikontrol
akses ke makanan dan air; dan pemantauan melalui penggunaan senjata, kamera,
dan anjing. Perdagangan anak memberi dampak yang besar. Kekerasan
fisik dan pelecehan seksual serta rasa takut akan mempengaruhi perkembangan
fisik, psikologis, spiritual, dan sosial-emosional.
Berbagai penelitian dan laporan, menunjukan
penganiayaan anak-anak yang diperdagangkan yang memberikan dampak pada anak-anak yang diperdagangkan, termasuk
kekurangan pendidikan, masalah kesehatan fisik, dan masalah emosional dan
perilaku. Anak-anak yang telah terkena trauma kompleks, seperti penyalahgunaan
berkepanjangan fisik, pelecehan seksual, pelecehan emosional dan penelantaran,
kekerasan, dan penyiksaan, berada pada peningkatan resiko untuk sejumlah gejala
dan karakteristik perilaku, integritas biologi, regulasi emosional, adaptasi disosiatif,
perilaku, fungsi kognitif, dan konsep diri.
-
Masalah Pendidikan
Anak-anak
yang diperdagangkan tidak mendapat kesempatan pendidikan sehingga sulit untuk memperbaiki situasi ekonomi masa depan mereka. Penelitian mengidentifikasi hasil yang merugikan akibat kekurangan pendidikan
diantaranya gangguan psikologis dan emosional, gangguan
fisik dan seksual juga termasuk keterlambatan perkembangan, bahasa dan kesulitan kognitif, defisit
dalam kemampuan verbal dan
memori.
-
Masalah Kesehatan Fisik
Korban perdagangan anak mendapat perlakuan yang tidak
manusiawi, diet dan kebersihan yang tidak memadai, pemukulan dan penganiayaan,
penelantaran, dan pengingkaran hak asasi manusia mereka untuk perawatan
kesehatan dan perlindunga. Pada korban perdagangan yang menjadi korban
eksploitasi seksual komersil terancam oleh praktek seksual yang tidak aman,
mempertinggi risiko kehamilan yang tidak diinginkan, aborsi yang tidak aman,
komplikasi dari kehamilan berisiko tinggi, dan penyakit menular seksual,
termasuk HIV / AIDS.
-
Masalah Kesejahteraan Emosional
Anak-anak
mengalami trauma fisik dan emosional akibat terpisah dari keluarga, rumah, dan
masyarakat; mengalami kekerasan fisik, emosional, dan seksual. Studi kasus
telah melaporkan efek emosional yang merugikan pada anak-anak yang
diperdagangkan, termasuk depresi, putus asa, rasa bersalah, malu, mimpi buruk,
kehilangan kepercayaan diri, rendah diri, dan kecemasan.
-
Masalah Perilaku Buruk
Perilaku
buruk seperti termasuk kesulitan untuk dekat dengan orang lain,
ketidakpercayaan pada orang dewasa, perilaku antisosial, dan kesulitan
berhubungan dengan orang lain.
Sanksi Bagi Pelaku Perdagangan Anak di Indonesia
Sanksi Pidana Perdagangan Anak
Dalam KUHP dan Luar KUHP
1. Dalam KUHP.
Di Indonesia penerapan sanksi
dalam hukum pidana terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP),
Sanksi pidana perdagangan anak dalam KUHP dapat dinyatakan sebagai berikut :
Dalam sistematika KUHP, mengenai tindak
pidana perdagangan anak dinyatakan dalam buku II Pasal 297 KUHP sebagai berikut
: “Perdagangan wanita dan perdagangan anak laki-laki yang belum cukup umur, di
pidana dengan pidana penjara selama-lamanya enam tahun”. Dari rumusan Pasal 297
ini perdagangan anak dikualifikasikan sebagai tindak pidana kejahatan.
2. Di Luar KUHP
Diluar KUHP terdapat beberapa
undang-undang yang mengatur tentang penerapan sanksi pidana perdagangan anak
yaitu :
a. Undang-Undang No. 24 Tahun
2002 Tentang Perlindungan Anak Pasal 83 yang berbunyi “Setiap orang yang
memperdagangkan, menjual atau menculik anak untuk diri sendiri atau untuk
dijual, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan paling singkat
3 tahun dan denda paling banyak Rp. 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah) dan
paling sedikit Rp. 60.000.000 (enam puluh juta rupiah).
b. Undang-Undang No. 13 Tahun
2003 Tentang Ketenagakerjaan Pasal 74 dan Pasal 183 yang berbunyi: Pasal 183
yang berbunyi : (1) Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 74, dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 2 tahun dan
paling lama 5 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 200.000.000 (dua ratus
juta rupiah) dan paling banyak Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 74 yang berbunyi: (1) Siapapun
dilarang mempekerjakan dan melibatkan anak pada pekerjaan-pekerjaan yang
terburuk (2) Pekerjaan-Pekerjaan yang terburuk pada ayat (1) meliputi: a.
Segala pekerjaan dalam bentuk perbudakan atau sejenisnya b. Segala pekerjaan
yang memanfaatkan menyediakan atau menawarkan anak untuk pelacuran, produksi,
pornografi, pertunjukan porno, atau perjudian c. Segala pekaan yang
memanfaatkan, menyediakan atau melibatkan anak untuk produksi dan perdagangan
minuman keras, narkotika, psikotropika, dan yang adiktif lainnya dan atau d.
Semua pekerjaan yang membahayakan kesehatan atau moral anak.
Sanksi Pidana Perdagangan Anak
Dalam Undang-Undang Hak Asasi Manusia
Konsep HAM lahir sebagai
perjuangan rakyat terhadap pemerintahan yang absolut. Pemerintah melalui
kekuasaannya yang tidak terbatas menindas rakyatnya sendiri, membelenggu bahkan
merampas harkat dan martabat memerlukan karakter sebagai suatu serang militer,
kemudian keharusan adanya pengetahuan disini harus diartikan sebagai
kesengajaan khusus.5
Dalam Pasal 9 Undang-Undang No.
26 Tahun 2000 dapat dinyatakan bahwa apabila kejahatan terjadi pada kemanusiaan
yang dilakukan tidak memenuhi ketiga unsur tersebut, ketiga unsur tersebut
adalah 1. Perbuatan tersebut dilakukan sebagai bagian dan serangan yang meluas
atau sistemati, 2. Diketahui bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung
kepada penduduk sipil, 3. Serangan itu berupa kelanjutan kebijakan penguasa
atau yang berhubungan dengan organisasi, maka perbuatan itu digolongkan sebagai
tindak pidana biasa yang diatur dalam KUHP dan diperiksa serta diputus oleh
pengadilan pidana. Dan sebagai pelaku adalah penguasa atau organisasi yang
mempunyai jaringan kerja yang luas sampai organisasi yang sah (korporasi).
Strategi
melawan perdagangan Anak
Kondisi
anak-anak yangdiperjualbelikan sering tidak diperhatikan dalam kebijakan.
Kemiskinan seringkali dijadikan “kambing hitam”, sehingga terkadang kebujakan
belum berpihak kepada anak-anak. Ada beberapa hal yang penting dalam membangun
sebuah strategi untuk melawan pelacuran anak, yang bisa dibagi dalam upaya preventif (pencegahan), perlindungan,
rehabilitatif (pemulihan)
maupun integratif.
1. Upaya Pencegahan
Diperlukan
tindakan untuk mencegah praktek perdagangan anak. Melalui tindakan pencegahan,
diharapkan tidak akan banyak korban yang terlibat perdagangan anak. Hal ini
penting untuk dilakukan melalui peningkatan kesadaran tentang hak-hak anak,
bahaya perdagangan anak. Kegiatan ini dilakukan bagi seluruh elemen masyarakat,
khususnya di daerah yang diindikasikan rawan perdagangan anak. Hal ini
bertujuan untuk memperkuat dan memobilisasi komunitas lokal untuk memonitar dan
melindungi anak-anak serta merangsang terwujudnya komunitas yang peduli anak,
khususnya issue-issue perlindungan anak.
Beberapa
strategi yang bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya perdagangan anak yaitu:
1. Pencegahan
melalui institusi pendidikan
2. Peningkatan
kesadaran mengenai sindikat perdagangan anak
3. Mobilisasi
komunitas untuk mengembangkan sistem monitoring atas upaya perlindungan anak,
untuk mendorong masyarakat yang tanggap terhadap pola-pola perdagangan anak
4. Upaya
untuk pemberdayaan ekonomi produktif bagi keluarga miskin.
2. Upaya Perlindungan
Bertujuan
untuk memberikan perlindungan terhadap anak-anak korban perdagangan untuk
tujuan seksual. Upaya
perlindungan ini, dilakukan melalui penguatan jaringan hukum atau implementasi
hukum tersebut, termasuk penguatan basis komunitas untuk memberikan jaminan
perlindungan terhadap anak-anak dari ancaman perdagangan anak.
Strategi
yang digunakan diantaranya,
1. Peninjauan
berbagai aturan perlindungan anak, serta mengawal implementasi atas aturan dan
kebijakan yang ada
2. Penguatan
jaringan komunitas yang peduli anak
3. Mendorong
terbentuknya dan peran aktif dari unit perlindungan khusus
3. Upaya Rehabilitatif
Upaya rehabilitatif ini sangat penting bagi anak yang pernah
menjadi korban perdagangan anak. Upaya rehabilitatif ini dengan pembentukan
rumah aman (crisis center), yang diharapkan mampu menjadi ruang antara
bagi anak-anak untuk mempersiapkan diri kembali ke keluarga serta komunitasnya,
memberikan pendidikan non formal maupun pelatihan.
4. Upaya Integratif
Melalui upaya integratif ini diharapkan bisa mewujudkan
kelangsungan hidup yang lebih baik bagi anak-anak, yang diharapkan melibatkan
keluarga. Proses reintegrasi sangat penting, dimana penerimaan anak dalam
keluarga, masyarakat dan lingkungan pendidikan menjadi kunci penting dalam
tahapan ini. Tujuan dalam proses reintegrasi ini adalah untuk memfasilitasi
anak-anak korban perdagangan bisa kembali kepada keluarga dan komunitasnya.
Beberapa upaya untuk merealisasikan hal ini diantaranya, upaya
pertemuan anak dan keluarga, mendukung pemenuhan hak dasarnya, kesempatan untuk
mendapatkan pendidikan, dasar juga merupakan bagian terpenting bagi anak.
Daftar
Pustaka
1.
Raverty
Y. The
Impact of Trafficking on Children: Psychological and Social Policy Perspectives. 2008. Child Development Perspectives;2(1).13-8
2.
Undang-Undang No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia.
3.
Undang-Undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak.
4.
Ruman YS. Exploitasi Seks
Terhadap Anak Perempuan yang menjadi Korban Perdagangan Orang di Lokasi
Prostitusi. 2011. Humaniora; 2 (2). 932-43
5.
Yohanes
Suhardin. Tinjauan yuridis mengenai perdagangan orang dari persfektif Hak asasi
manusia. 2008. Mimbar Hukum; 20(3). 411-588
6.
Moser K. Prevention, Prosecution, and Protection: A Look at the United States’
Trafficking Victims Protection Act. 2012. Int Jou Bus Soc Sci. 3 (6).
7.
Norris L. Child Trafficking in the UK: An Examination
of Contemporary Approaches. 2008.Int Jou Crim.
8.
Rahman MA. Human
Trafficking in the era of Globalization: The case of Trafficking in the Global
Market Economy. 2011. Trans Jou. 2(1).
9.
Fahmi T. Perdagangan Anak (Child Trafficking) Sebagai
Kejahatan Transnasional Dan Kaitannya Dengan Globalisasi. Jur Sos. 15(2):
122-130
10. Wismayanti YF.
Perempuan Dalam Jaringan Perdagangan Anak Yang Dilacurkan Di Kota Surabaya.
2012. Sosiokonsepsia; 17(02)
11. Harahap S. Perlindungan Hukum terhadap Perempuan dan
Anak Korban Perdagangan Orang di Indramayu. 2010. Mimbar. 16 (2); 105-14
12. Bwana PT, Murni RAR. Sanksi Pidana Dalam Tindak Pidana Perdagangan
Anak Di Indonesia.
13. Wismayanti
YF. Perdagangan Anak Perempuan Yang Dilacurkan; Potret
Suram Kemiskinan Versus Perlindungan
Anak. Child Poverty and Social Protection Conference.
14. Setyawan D. KPAI
Catat Ratusan Anak Diperjualbelikan, Tangkap Penjual Bayi Rp25 Juta Lewat
Online. 16 Juni 2015
Komentar
Posting Komentar