PEMBERIAN METOTREXAT PADA JUVENILE IDIOPHATIC ARTHRITIS


PENDAHULUAN
Juvenile idiopathic arthritis (JIA) merupakan artritis yang sering ditemukan pada anak dan termasuk salah satu penyakit kronis terbanyak pada anak. Istilah JIA merupakan istilah baru yang dikembangkan oleh International League of Associations for Rheumatology (ILAR) untuk mendiagnosis artritis kronik pada anak-anak, menggantikan istilah juvenile rheumatoid arthritis (JRA). Penyakit ini merupakan penyakit aktif yang dapat terus berlangsung sampai usia dewasa dengan akibat berpotensi menyebabkan keterbatasan fungsional dan menurunkan kualitas hidup seseorang. Sampai saat ini penyebab JIA belum diketahui, namun bukti-bukti yang ada menunjukkan pengaruh faktor genetik dan respons autoimun abnormal sehingga terjadi inflamasi dan destruksi sendi yang progresif. 1
Tatalaksana JIA bertujuan untuk memulai kontrol penyakit secepatnya untuk mencegah kerusakan sendi, memaksimalkan fungsi fisik dan mencapai pola hidup yang normal. Tatalaksana JIA dikelompokan berdasarkan klasifikasi JIA. klasifikasi dibuat oleh berbagai perkumpulan seperti American College of Rheumatology (ACR), The European League Against Rheumatism (EULAR), and the International League of Associations for Rheumatology (ILAR). Masing-masing klasifikasi mempunyai keuntungan, kerugian dan kontroversi dalam pembagian arthritis.2
Metotreksat (MTX) merupakan obat yang paling sering digunakan pada penanganan JIA. Beberapa hal perlu diperhatikan pada penggunaan MTX, mulai dari absorbsi di usus yang rendah dan efektifitas pada dosis yang lebih tinggi. 3 
Dalam referat ini akan dibahas tentang pemberian metotrexat pada juvenile idiophatic arthritis.  
JUVENILE IDIOPHATIC ARTHRITIS
Juvenile idiopathic arthritis (JIA) merupakan artritis persisten yang menetap lebih dari 6 minggu dengan onset usia kurang dari 16 tahun, setelah penyebab lain artritis disingkirkan. Istilah JIA merupakan istilah baru yang dikembangkan oleh International League of Associations for Rheumatology (ILAR) untuk mendiagnosis artritis kronik pada anak-anak, menggantikan istilah juvenile rheumatoid arthritis (JRA).1  JIA adalah penyakit kronik yang paling sering terjadi pada anak diantara penyakit rematik lainnya, dengan angka prevalensi berkisar 8-150 kasus per 100.000 anak. Angka lebih tinggi di Negara Eropa dan Amerika dibandingkan dengan Asia. Di Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung pada periode Januari 2006–Oktober 2011 tercatat 28 penderita JIA terdiri atas 10 anak laki-laki dan 18 anak perempuan, dengan rentang usia 2–14 tahun.4
Klasifikasi
ACR membuat kriteria arthritis rematoid juvenile (ARJ) yang telah dipakai secara luas, divalidasi dan direvisi. Pada perkembangan selanjutnya, EULAR membuat istilah artritis kronik juvenile pada tahun 1977 dan ILAR mengeluarkan istilah arthritis idiopatik juvenile pada tahun 1993, yang berbeda dengan kriteria ACR. Diagnosis JIA ditegakkan pada arthritis yang terjadi pada anak dibawah 16 tahun walaupun arthritis yang terjadi pada waktu 6 minggu sudah cukup untuk menegakan diagnosis, namun jangka waktu 6 bulan diperlukan untuk menentukan tipe JIA yang pasti. 5
Tabel  1. Deskripsi Kategori JIA menurut Edmonton 2001
Tipe Artritis
Deskripsi
Sistemik
Artritis dengan atau didahului demam kuotidian minimal 2 minggu, disertai minimal satu dari: (i) ruam eritematus,non-fixed, evanescent; (ii) limfadenopati generalisata; (iii) hepatomegali/splenomegali; (iv) serositis.
Oligoartritis
Artritis 1-4 sendi dalam 6 bulan. Bila tidak ada lagi sendi yang terkena istilahnya menjadi persistent oligoarthritis; tetapi apabila berkembang menjad lebih dari 5 sendi setelah 6 bulan pertama maka disebut extended oligoarthritis.
Poliartritis
Artritis ³ 5 sendi dalam 6 bulan, dibagi menjadi 2  yaitu faktor rheumatoid negative dan positif. Dikatakan positif apabila pemeriksaan FR (+) pada dua kali pemeriksaan dengan jarak waktu 3  bulan.
Psoriatic arthritis
Artritis dengan psoriasis atau arthritis dan minimal 2 dari: (i) daktilitis, (ii) riwayat psoriasis pada first-degree relative, (iii) nail pitting atau onkilosis.
Enthesis-related artritis
Didefinisikan sebagai (a) arthritis dan entesitis; atau arthritis atau entesitis dengan minimal 2 dari: (i) nyeri sendi sakroiliaka atau nyeri inflamasi spinal; (ii) HLA B27 (+); (iii) riwayat minimal 1 orang pada first-degree relative menderita B27-associated disease (ankylosing spondylitis, Reiter’s syndrome, enthesis-related arthritis, sacroiliitis with inflammatory bowel disease); atau (v) artritis pada anak laki-laki setelah usia 6 tahun.
Undifferentiated arthritis
Artritis yang (i) tidak memenuhi kriteria salah satu kategori, atau (ii) memenuhi lebih dari 1 kategori

Sebagai tambahan dari deskripsi di atas, terdapat 5 eksklusi terpisah di bawah ini:
a)      Psoriasis atau riwayat keluarga
b)      Artritis pada anak laki-laki > 6 tahun dengan HLA B27 positif
c)      Ankylosing spondylitis, enthesis-related artritis (ERA), sakroiliitis dengan inflammatory bowel disease (IBD), sindrom Reiter
d)     Faktor reumatoid (+) pada dua kali pemeriksaan yang berjarak 3 bulan
e)      Artritis sistemik

Tabel  2.Eksklusi kategori Juvenile Idiopathic Artritis (JIA) menurut Edmonton
Tipe Artritis
Eksklusi
Sistemik
a,b,c,d
Oligoartritis
a,b,c,d,e
Poliartritis RF (+)
a,b,c,d,e
Poliartritis RF (+)
a,b,c,e
Psoriatic arthritis
b,c,d,e
Enthesis-related arthritis
a,d,e

Penatalaksanaan
Dasar dari tatalaksana JIA adalah suportif, bukan kuratif. Tujuan dari tatalaksana JIA dapat dibagi menjadi tujuan jangka pendek atau segera dan tujuan jangka panjang. Untuk jangka pendek tatalaksana JIA bertujuan untuk meredakan gejala seperti mengatasi nyeri dan inflamasi, mengembalikan fungsi sendi, mencegah deformitas. Sedangkan untuk jangka panjang bertujuan untuk meminimalisasi efek samping dari obat, mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak serta kualitas hidup, rehabilitasi dan edukasi. 6

Secara umum tatalaksana JIA adalah:
1.      Medikamentosa dan pembedahan
2.      Berpusat pada keluarga, berbasis komunitas, koordinasi perawatan (sekolah, dunia luar)
3.      Tatalaksana psikososial (pelayanan masyarkat, pelayanan kesehatan mental, keuangan)
4.      Rehabilitasi muskuloskeletal (terapi fisik, terapi okupasi, bedah tulang)
5.      Masalah perawatan anak sehat, (pertumbuhan dan perkembangan, nutrisi, imunisasi, bimbingan antisipasi)
6.      Perawatan berkelanjutan
7.      Perawatan dengan biaya yang efektif 3
Perkembangan yang nyata terjadi pada pengobatan JIA dengan pemberian disease modifying antirheumatic drugs (DMARDs) dan terapi biologis. Tata laksana fisik atau rehabilitasi medik penting untuk mendukung medikamentosa karena terapi ini akan menjaga dan meningkatkan kekuatan otot, range motion, dan kemampuan untuk aktifitas sehari hari. Tata laksana operatif dilakukan apabila sudah ada kerusakan sendi berat. 3
Medikamentosa
Obat yang digunakan untuk pengobatan anak dengan artritis dibagi menjadi 5 kategori: obat antiinflamasi non steroid, disease-modifying or slow acting antirheumatic drugs (DMARDs), glukokortikoids, agen imunosupresif atau sitotoksik and biologic respons modifiers. 3
Pengobatan inisial sebagian pasien JIA adalah obat anti inflamasi non steroid (OAINS) dan injeksi kortikosteroid intraartrikular. Pemberian OAINS dilakukan untuk mengontrol nyeri dan inflamasi sebelum memulai tata laksana lini kedua. Pengobatan yang dapat diberikan antara lain adalah naproksen (15-20 mg/kg/hari dibagi menjadi 2 dosis, dosis maksimal 500 mg/kali), diklofenak (2-3 mg/kg/hari dibagi menjadi 3 dosis, denagn dosis maksimal 50 mg/kali), atau ibuprofen (40 mg/kg/hari dibagi menjadi 3 dosis, maksimal 800 mg/kali).3
Pemakaian kortikosteroid sistemik sangat dibatasi pada JIA untuk menghindari efek samping steroid. Terapi khusus untuk JIA sistemik, kortikosteroid sistemik digunakan sebagai pengobatan utama. Penggunaan injeksi intraartikular dengan kortikosteroid merupakan metode efektif untuk mengatasi arthritis. Obat yang sering digunakan adalah triamnisolon heksatonid (10-40 mg/ sendi atau 1-2 mg/kg/sendi). Injeksi dapat dilakukan setiap 3 bulan, tetapi sendi yang sama tidak boleh diinjeksi lebih dari 3 kali dalam setahun.7 Indikasi terapi injeksi steroid intraartikular diantaranya: juvenile idiphatic arthritis, adult rheumatoid arthritis, gout, pseudogout, osteoarthritis, bursitis, carpal tunnel syndrome, tenosynositis dan epicondylitis.8,9
DMARDs seperti metotreksat, leflunomid dan sulfasalazin, anti malaria, D-penicillamin menunjukkan efektifitas yang paling baik untuk pasien JIA. Metotreksat (MTX) merupakan obat yang paling sering digunakan pada penanganan JIA. 3
METOTREKSAT
Metotreksat (MTX) merupakan obat yang paling sering digunakan pada penanganan JIA. Dosis rendah mingguan metotreksat telah dikemukakan sebagai salah satu yang paling sering digunakan untuk pengobatan JIA.3 Pengobatan metotreksat diberikan pada JIA tipe oligoartritis, poliartritis, dan artritis sistemik dengan artritis yang aktif sesuai dengan alur terapi. 10
Oligoartritis
Artritis yang terjadi pada 1-4 sendi dalam 6 bulan. Bila tidak ada lagi sendi yang terkena istilahnya menjadi persistent oligoarthritis; tetapi apabila berkembang menjad lebih dari 5 sendi setelah 6 bulan pertama maka disebut extended oligoarthritis.
Gambaran prognosis buruk dan menilai aktivitas penyakit oligoartritis adalah:
a.       Untuk gambaran prognosis buruk setidaknya memenuhi satu dari:
-          Arthritis pada sendi panggul atau leher
-          Arthritis pada pergelangan kaki atau tangan dan peninggian penanda inflamasi
-          Gambaran radiologis menunjukan erosi atau penyempitan ruang sendi
b.      Menilai aktivitas penyakit:
-          Aktivitas rendah haru memenuhi semua dari:
1.      Mengenai ≤ 1 sendi yang aktif
2.      ESR atau CRP normal
3.      Penilaian global dokter terhadap aktivitas penyakitadalah kurang dari 3 dari 10. Dinilai berdasarkan 10cm visual analogue scale (VAS), yaitu 0=tidak ada aktivitas, 10=aktivitas maksimal
4.      Penlaian global penderita atau orang tua terhadap kebugaran penderita adalah kurang dari 2 dari 10. Dinilai berdasarkan 10cm visual analogue scale (VAS), yaitu 0=sangat bugar, 10=buruk/tidak bugar
-          Aktivitas sedang tidak memenuhi criteria untuk aktivitas rendah dan tinggi
1.      Memiliki ≥1 gambaran aktivitas rendah dan memiliki ˂ 3 gambaran aktivitas tinggi
-          Aktivitas tinggi harus memenuhi setidaknya 3 dari:
1.      Mengenai ≥2 sendi yang aktif
2.      ESR atau CRP 2 kali lebih tinggi dari nilai normal
3.      Penilaian global dokter terhadap penyakit adalah ≥7 dari 10. Dinilai berdasarkan 10cm visual analogue scale (VAS), yaitu 0=tidak ada aktivitas, 10=aktivitas maksimal
4.      Penilai global orang tua/ penderita terhadap kebugaran penderita adalah ≥4 dari 10. Dinilai berdasarkan 10cm visual analogue scale (VAS), yaitu 0=sangat bugar, 10=buruk/tidak bugar
Alur terapi untuk JIA oligoartikuler dapat dilihat dari gambar 1. Pada gambar tersebut dijelaskan bahwa apabila ada tanda prognosis buruk atau tidak terpengaruh untuk tatalaksana awal diberikan injeksi kortikosteroid intraartikular, sedangkan untuk aktivitas penyakit rendah dengan tidak adanya tanda prognosis buruk diberikan monoterapi NSAID selama 2 bulan. Kemudian dievaluasi apabila aktivitas penyakit tetap atau bahkan menjadi sedang dan tinggi makan diberikan injeksi kortikosteroid intraartiular. Setelah pemberian injeksi kortikosteroid intraartiular inisial dievaluasi apabila didapatkan aktivitas sendi sedang atau tinggi atau adanya tanda prognosis buruk maka selanjutnya diberikan metotreksat. Kemudian dievaluasi selama 3-6 bulan, apabila aktivitas sendi masih sedang atau tinggi atau ditemukannya tanda prognosis buruk maka selanjutnya diberikan obat-obatan penghambat TNF-α. 10
Poliartritis
Artritis ³ 5 sendi dalam 6 bulan, dibagi menjadi 2  yaitu faktor rheumatoid negative dan positif. Dikatakan positif apabila pemeriksaan FR (+) pada dua kali pemeriksaan dengan jarak waktu 3  bulan.
Gambaran prognosis buruk dan menilai aktivitas penyakit oligoartritis adalah:
a.       Untuk gambaran prognosis buruk setidaknya memenuhi satu dari:
-          Arthritis pada sendi panggul atau leher
-          Factor rheumatoid atau antibody antycyclic citrullinated peptide (+)
-          Gambaran radiologis menunjukan erosi atau penyempitan ruang sendi
b.      Menilai aktivitas penyakit:
-          Aktivitas rendah harus memenuhi semua dari:
1.      Mengenai ≤ 4 sendi yang aktif
2.      ESR atau CRP normal
3.      Penilaian global dokter terhadap aktivitas penyakitadalah ˂4 dari 10. Dinilai berdasarkan 10cm visual analogue scale (VAS), yaitu 0=tidak ada aktivitas, 10=aktivitas maksimal
4.      Penlaian global penderita atau orang tua terhadap kebugaran penderita adalah ˂2 dari 10. Dinilai berdasarkan 10cm visual analogue scale (VAS), yaitu 0=sangat bugar, 10=buruk/tidak bugar
-          Aktivitas sedang tidak memenuhi criteria untuk aktivitas rendah dan tinggi
1.      Memiliki ≥1 gambaran aktivitas rendah dan memiliki ˂ 3 gambaran aktivitas tinggi
-          Aktivitas tinggi harus memenuhi setidaknya 3 dari:
1.      Mengenai ≥8 sendi yang aktif
2.      ESR atau CRP 2 kali lebih tinggi dari nilai normal
3.      Penilaian global dokter terhadap penyakit adalah ≥7 dari 10. Dinilai berdasarkan 10cm visual analogue scale (VAS), yaitu 0=tidak ada aktivitas, 10=aktivitas maksimal
4.      Penilai global orang tua/ penderita terhadap kebugaran penderita adalah ≥5 dari 10.  Dinilai berdasarkan 10cm visual analogue scale (VAS), yaitu 0=sangat bugar, 10=buruk/tidak bugar
Alur terapi untuk JIA poliartikular dapat dilihat dari gambar 2. Pada gambar tersebut dijelaskan bahwa dengan adanya tanda prognosis yang buruk atau aktivitas sendi yang tinggi obat yang diberikan adalah metotreksat. Metotreksat juga diberikan pada aktivitas sedang atau rendah dengan tanda prognosis yang buruk yang telah diberikan terapi NSAID selama 1-2 bulan. Kemudain dievaluasi selama 3-6 bulan, apabila didapatkan aktivitas sendi yang sedang atau tinggi setelah 3 bulan maka dapat diberikan penghambat TNF-α. 10
Artritis sistemik
Artritis dengan atau didahului demam kuotidian minimal 2 minggu, disertai minimal satu dari: (i) ruam eritematus, non-fixed, evanescent; (ii) limfadenopati generalisata; (iii) hepatomegali/ splenomegali; (iv) serositis.
Gambaran prognosis buruk dan menilai aktivitas penyakit oligoartritis adalah:
a.       Untuk gambaran prognosis buruk setidaknya memenuhi satu dari:
-          Arthritis pada sendi panggul
-          Gambaran radiologis menunjukan erosi atau penyempitan ruang sendi
b.      Menilai aktivitas penyakit:
-          Aktivitas rendah harus memenuhi semua dari:
1.      Mengenai ≤ 4 sendi yang aktif
2.      ESR atau CRP normal
3.      Penilaian global dokter terhadap aktivitas penyakitadalah ˂4 dari 10. Dinilai berdasarkan 10cm visual analogue scale (VAS), yaitu 0=tidak ada aktivitas, 10=aktivitas maksimal
4.      Penlaian global penderita atau orang tua terhadap kebugaran penderita adalah ˂2 dari 10. Dinilai berdasarkan 10cm visual analogue scale (VAS), yaitu 0=sangat bugar, 10=buruk/tidak bugar
-          Aktivitas sedang tidak memenuhi criteria untuk aktivitas rendah dan tinggi
1.      Memiliki ≥1 gambaran aktivitas rendah dan memiliki ˂ 3 gambaran aktivitas tinggi
-          Aktivitas tinggi harus memenuhi setidaknya 3 dari:
1.      Mengenai ≥8 sendi yang aktif
2.      ESR atau CRP 2 kali lebih tinggi dari nilai normal
3.      Penilaian global dokter terhadap penyakit adalah ≥7 dari 10. Dinilai berdasarkan 10cm visual analogue scale (VAS), yaitu 0=tidak ada aktivitas, 10=aktivitas maksimal
4.      Penilai global orang tua/ penderita terhadap kebugaran penderita adalah ≥5 dari 10
Alur terapi untuk JIA arthritis sistemik dengan arthritis aktif dapat dilihat dari gambar 3. Pada gambar tersebut dijelaskan bahwa setelah pemberian NSAID selama satu bulan lebih dan injeksi kortikosteroid intraartikular masih didapatkan aktivitas sendi yang rendah, sedang atau tinggi dapat diberikan metotreksat. Setelah penggunaan metotreksat selama 3 minggu dievaluasi apabila aktivitas sendi masih sedang atau tinggi dapat diberikan obat penghambat TNF-α atau anankira. 10


Riwayat artritis dengan jumlah 4 sendi atau kurang
Metotreksat
Setelah penggunaan MTX 1 bulan
Aktivitas penyakit: sedang atau tinggi
Tanda prognosis buruk ada
Setelah penggunaan MTX 6 bulan
Aktivitas penyakit: tinggi
Tanda prognosis buruk tidak terpengaruh
Inhibitor TNF-α
Aktivitas penyakit: tinggi
Tanda prognosis buruk ada
Aktivitas penyakit: rendah
Tanda prognosis buruk tidak ada, tidak ada kontraktur pada sendi
Setelah penggunaan NSAID 3 bulan
Aktivitas penyakit: rendah, sedang tinggi
Tanda prognosis buruk tidak berpengaruh
Glukokortikoid  suntikan sendi
NSAID monoterapi
Setelah penyuntikan sendi inisial:
Aktivitas penyakit: sedang
Tanda prognosis buruk ada
Atau
Aktivitas penyakit: tinggi
Tanda prognosis buruk: tidak berpengaruh

Setelah penyuntikan sendi inisial:
Aktivitas penyakit: rendah
Tanda prognosis buruk ada
Atau
Aktivitas penyakit: sedang
Tanda prognosis buruk: tidak berpengaruh

Aktivitas penyakit: rendah, sedang tinggi
Tanda prognosis buruk tidak berpengaruh
 






























Gambar 1. Alur terapi JIA oligoartritis
Sumber: ACR 2011 Recommendations for the treatment of juvenile idiopathic  arthritis


Riwayat artritis dengan jumlah 5 sendi atau lebih
Setelah penggunaan NSAID 1bulan:
Aktivitas penyakit: rendah
Tanda prognosis buru: ada
Atau
Setelah penggunaan NSAID 1-2 bulan:
Aktivitas penyakit: sedang
Tanda prognosis buruk: tidak berpengaruh

Aktivitas penyakit: tinggi
Tanda prognosis buruk: tidak berpengaruh
Atau
Aktivitas penyakit: sedang
Tanda prognosis buruk: ada

Metotreksat
Setelah penggunaan MTX 3 bulan
Aktivitas penyakit: sedang atau tinggi
Tanda prognosis buruk tidak berpengaruh
Setelah penggunaan MTX 6 bulan
Aktivitas penyakit: rendah
Tanda prognosis buruk tidak terpengaruh
Setelah penggunaan Inhibitor TNF-α 4 bulan
Aktivitas penyakit: tinggi
Tanda prognosis buruk tidak terpengaruh
Inhibitor TNF-α kedua atau abatasep
Inhibitor TNF-α
 
























Gambar 2. Alur terapi JIA poliartritis.
Sumber: ACR 2011 Recommendations for the treatment of juvenile idiopathic  arthritis


Riwayat artritis sistemik dengan arthritis aktif
Setelah penggunaan NSAID 1 bulan lebih dengan suntikan glukokortikoid intraartikular
Aktivitas penyakit: rendah, sedang, tinggi
Tanda prognosis buruk: tidak terpengaruh

Metotreksat
Setelah penggunaan MTX 3 minggu
Aktivitas penyakit: sedang atau tinggi
Demam, MD global tidak diperhatikan
Tanda prognosis buruk tidak berpengaruh
Inhibitor TNF-alfa
Anankira
Setelah penggunaan Inhibitor TNF-α 4 bulan
Aktivitas penyakit: tinggi
Tanda prognosis buruk tidak terpengaruh
abatasep
 
























Gambar 3. Alur terapi arthritis sistemik dengan arthritis aktif
Sumber: ACR 2011 Recommendations for the treatment of juvenile idiopathic  arthritis

Mekanisme Kerja
MTX merupakan analog folat dengan gugus amino (NH2), gugus metil (CH3) dan memiliki cincin pteridin yang teroksidasi. (Gambar  4) 2 MTX memiliki beberapa mekanisme kerja farmakologis  diantaranya: menginhibisi sintesis purin dan pirimidin, menekan reaksi transmetilasi dengan akumulasi poliamin, mereduksi proliferasi sel T dependen antigen, dan memacu pelepasan  adenosin. 12
MTX merupakan kompetitif inhibitor yang kuat dari dihidrofolate reductase (DHFR). MTX juga menghambat thymidilate synthase dan menghambat metabolic transfer unit karbon tunggal pada reaksi metilasi, khususnya yang melibatkan sintesis timidilat dan purin deoksinukleosid yang merupakan komponen esensial dari DNA. MTX juga bertentangan dengan biosintesis purin de novo dengan menghambat 5-Aminoimidazole-4-carboxamide ribonucleotide (AICAR) transformylase, suatu enzim dalam alur biosintesis purin.(Gambar 5) MTX menginhibisi AICAR transformylase sehingga AICAR tidak dapat dirubah menjadi formil AICAR. AICAR menginhibisi AMP deaminase sehingga peningkatan AICAR menyebabkan pelepasan adenosine dari intrasel ke ekstrasel. yang merupakan inhibitor yang kuat dari pelekatan netrofil. 3 (Gambar 6)
Mekanisme kerja dari MTX pada JIA belum jelas, meskipun diketahui MTX bekerja pada level intraseluler. MTX bekerja sebagai antimetabolit, antiinflamasi dan agen imunomodulasi. MTX mengatur fungsi sel-sel yang terlibat dalam inflamasi dan produksi berbagai sitokin, termasuk mengurangi produksi TNF-α, interferon-γ (IFN-γ), IL-1, IL-6 dan IL-8, dan bekerja sebagai inhibitor yang kuat dari imunitas seluler. Dengan mereduksi produksi molekul adhesi dari sel endotel, MTX mengurangi permeabilitas endotel vascular. Sebagai tambahan, adenosine menghambat melekatnya netrofil yag terstimulasi ke sel endotel, sehingga melindungi endotel vascular dari kerusakan yang diperantarai netrofil. Selain itu, memliki efek langsung pada sendi yang radang dengan menghambat proliferasi sel synovial dan ekspresi gen synovial collagenase. 3


Gambar 4. Struktur Methotrexate
Sumber: Textbook of pediatric rheumatology. 5th edition.2006.


Gambar 5. Mekanisme kerja metotreksat
Sumber: Bulletin of the NYU Hospital for Joint Diseases 2007;65(3):168-73


Gambar 6. Metotreksat dalam pelepasan adenosine
Sumber: Bulletin of the NYU Hospital for Joint Diseases 2007;65(3):168-73

Farmakologi
Pada pemberian oral terdapat variasi absorpsi dan farmakokinetik tetapi rata-rata bioavailabilitas sekitar 0,7 dibandingkan pemberian intravena. Ada beberapa factor yang mempengaruhi bioavailabilitas dari pemberian MTX secara oral, seperti: usia, pengaruh makanan. Pengaruh makanan pada bioavaibilitas pada pemberian oral MTX masih kontroversi. Namun penelitian menunjukan bahwa faktor seperti usia, berat badan, klirens kreatinin, jenis kelamin, dosis, dan puasa memberikan efek yang signifikan terhadap kadar MTX pada pengobatan rheumatoid arthritis pada dewasa. Sehingga direkomendasikan MTX diberikan pada saat lambung kosong dengan memakai air putih. Pada umumnya bioavailabilitas pemberian oral sekitar 15% lebih rendah dibandingkan setelah pemberian intramuskular. Sedangkan intamuskular dan subkutan sama. 3
Setelah pemberian dosis tunggal MTX, obat langsung masuk ke dalam sirkulasi dalam waktu yang singkat sebelum didistribusikan ke jaringan. Kadar serum maksimal didapat setelah pemberian 1,5 jam dengan waktu paruh sekitar 7 jam pada pasien dengan ginjal normal. MTX dieliminasi melalui ginjal dengan lebih dari 80% dieliminasi dalam bentuk tidak berubah melalui filtrasi glomerulus dan sekresi tubulus dalam waktu 8-48 jam. Eliminasi dalam jumlah yang lebih kecil dilakukan oleh saluran empedu. 3
Paling banyak MTX dikirim ke sel berupa senyawa induk dan masuk ke dalam sel melalui transpor aktif oleh karier folat yang tereduksi.
Dosis dan Rute Pemberian
Dosis efektif MTX pada anak dengan JIA adalah 10-15 mg/m2 setiap minggu atau 0,3-0,6 mg/kgBB. Umumnya diberikan 6-8 minggu dengan dosis efektif. Dapat dilanjutkan hingga 6 bulan. Anak mempunyai toleransi pada dosis yang lebih besar dibandingkan dewasa pada beberapa kasus dapat diberikan 20-25 mg/m2 atau sampai 1,1 mg/kgBB setiap minggu pada anak dengan penyakit yang resisten, tetapi relatif aman pada jangka pendek. Pada dosis standar ini, 60-75% anak yang menderita JIA mengalami perbaikan, dalam waktu terapi 4-6 bulan. 2
Pemberian MTX secara parenteral dapat dipertimbangkan apabila
·        Respon klinik yang buruk pada pemberian MTX oral
·        Untuk kebutuhan dosis yang lebih besar 10-15 mg/m2 setiap minggu  (pada pemberian oral bioavailabilitas terbatas)
·        Toksisitas yang berat gastrointestinal pada pemberian oral. 3
Pada pemberian oral bioavailabilitas MTX 0,7 dibandingkan dengan pemberian parenteral. Penggunaan dosis yang lebih tinggi, hingga 25-30 mg/m2/week, patut dipertimbangkan pada anak-anak yang hanya memiliki respon parsial terhadap obat atau memiliki penyakit yang lebih parah. Dosis lebih besar dari 15-20 mg/m2 diberikan parenteral karena bioavailabilitas oral menurun pada dosis yang lebih tinggi.11 Pemberian dosis MTX oral lebih dari 20 mg/m2 bioavailabilitas menurun, bahkan pada pemberian MTX oral lebih dari 30 mg/m2, kadar MTX dalam darah tetap. Tidak ada peningkatan kadar MTX dalam darah setelah pemberian MTX oral lebih dari 30 mg/m2. Sedangkan pada pemberian subkutan kadar MTX dalam darah meningkat sesuai dengan dosis pemberian.3 Penelitian yang dilakukan Schift dkk, pemberian MTX oral lebih dari 15 mg/m2 kadar MTX dalam darah cenderung tetap.(Gambar 7) Sehingga pasien yang memiliki respon klinik yang tidak adekuat dengan pemberian MTX oral dapat diberikan MTX dengan pemberian secara subcutan. 13,14 Namun berdasarkan penelitian yang dilakukan Klein dkk, pemberian MTX secara parenteral tidak lebih baik dibandingkan dengan pemberian oral dalam hal kemanjuran.15  Namun pemberian parenteral perlu dipertimbangkan pada JIA yang tidak respon dengan pemberian MTX dosis tinggi yang diberikan secara oral. 16

Gambar 7. Perbandingan MTX dosis pemberian secara oral dan subkutan
Sumber: annrheumdis-2014-205228

Metotreksat tersedia dalam bentuk oral ataupun parenteral. Untuk sediaan oral MTX tersedia dalam bentuk tablet 2,5 mg, sedangkan bentuk parenteral tersedia dalam  vial 5 mg/2ml, vial 50 mg/2ml, ampul 5 mg/ml, vial 50 mg/5ml. 17

Efek Samping
MTX pada saat ini sebagai lini kedua dengan toksisitas terbaik/kemanjuran pada tatalaksana berbagai penyakit rematik pada anak dan dewasa. Meskipun MTX dihubungkan dengan toksisitas yang kuat, tercatat tingkat frekuensi dan keparahan dari efek samping pada anak dengan arthritis sangat rendah. MTX berpotensi meningkatkan resiko sirosis hepatis pada pasien yang terkena akumulasi dosis yang besar dan meningkatkan kemungkinan terkena keganasan. Hal ini berhubungan dengan efek dari antagonis folat dan sitotoksik. Efek yang sering ditimbulkan oleh pemakaian MTX adalah:
1.      Toksisitas ginjal: gagal ginjal akut diakibatkan oleh nekrosis tubulus akut hal ini dikarenakan pengendapan  MTX atau  metabolitnya yang menyebabkan obstruksi. MTX juga memiliki efek toksin langsung terhadap epitel tubular dan menyebabkan vasokonstriksi alveolar. Alkalinisasi urin dan pemberian asam folinic merupakan managemen pada disfungsi ginjal pada tahap awal. Monitoring fungsi ginjal sebelum, selama dan setelah pemberian MTX. pemberian hidrasi intravena dan alkalinisasi urin diperlukan karena MTX dan metabolitnya relative larut dalam urin yang asam, peningkatan pH urin meningkatkan kelarutan MTX dan metabolitnya dalam urin. 18
2.      Toksisitas saraf. MTX menginduksi akut, subakut dan kronik neurotoksisitas. Neurotoksisitas ini dikarenakan MTX menyebabkan gangguan pada pada reaksi transmetilasi yang penting pada pembentukan lipid, protein dan myelin. MTX juga menurunkan kadar methionin dan S-Adenosyl methionin didalam cairan serebrospinal dan meningkatkan kadar S-adenosyl homosystein dan homosistein. Peningkatan homosistein bertanggung jawab pada fenomena vaskuler MTX neurotoksisitas. Gejala  akut berupa insomnia, bingung, berdebar, kejang dan koma. Paraplegi kejang dan disfungsi serebelum pada fase subakut. Nekrotik leukoncefalopati pada fase kronik. MTX neurotoksisitas umumnya diterapi dengan aminofilin atau leucovorin.
3.      Toksisitas hematologi. Merupakan komplikasi yang serius. Komplikasi berupa trombositopenia, progresif leukonetropeni. Leucopenia umumnya terjadi dalam 1-3 minggu stelah dimulainya terapi MTX. Pulihnya sumsum tulang terjadi dalam 3 minggu setelah dihentikannya MTX. Menghentikan obat merupakan terapi utama, namun pemberian metilprednisolon dan G-CSF memberikan efek yang baik.
4.      Toksisitas mukokutan. Berupa luka pada mukosa mulut, rasa terbakar, fotosensitivitas, urtikaria, vaskulitis. Toksistitas terjadi terutama pada gangguan ekskresi ginjal.
5.      Toksisitas gastrointestinal: perasaan tidak enak di perut, mual, muntah, sariawan, anoreksia, dispepsi. Biasanya keluhan terjadi pada 24-36 jam setelah pemberian MTX.
6.      Toksisitas hati: efek MTX pada fungsi liver dan berkembang menjadi fibrosis. Permasalahan yang muncul pada pemberian dosis rendah jangka lama dari MTX adalahfibrosis dan sirosis hati, sehingga diperlukan monitor toksisitas hati pada pasien JIA dengan melakukan pemeriksaan enzim hati secara berkala dan dilakukan biopsy hati pada kasus dengan abnormalitas yang persisten pada enzim hati.
7.      Infeksi.  MTX memningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi bakteri, herpes zoster dan infeksi oportunistik.
8.      Keganasan. Pengobatan MTX meningkatkan factor resiko keganasan masih kontroversi.3,18,19
Efek samping ini meningkat pada pemberian oral dan lebih sedikit efek samping pada pemberian subcutan.13  Efek samping yang lebih sering dirasakan pasien pada pemberian oral diantaranya kekambuhan dipagi hari, kekakuan pada tangan, penambahan nyeri dan bengkak pada sendi. 16
Untuk mengurangi efek samping MTX dapat diberikan folat atau asam folinic (leucovorin). Suplementasi asam folat ini secara signifikan mengurangi toksisitas gastrointestinal. 20 Asam folat dapat diberikan dengan dosis 1 mg setiap hari pada semua anak dengan terapi MTX oral ataupun intramuskular.2 Atau dapat pula diberikan asam folat 5 mg tiap minggu. Tidak ada perbedaan antara pemberian dosis 1 mg tiap hari dan 5 mg tiap minggu.20
Penelitian yang dilakukan oleh Morgan, tidak terjadi pengurangan efek terapeutik dari metotrexat pada dengan perbandingan dosis asam folat : metotreksat 3:1. Dengan demikian pada pemberian asam folat dapat diberikan tiga kali lipat dari dosis metotreksat. Pada pemberian metotreksat 15 mg tiap minggu dapat diberikan asam folat 45 mg secara bersamaan.21,22
Inhibisi efek antiinflamasi dari MTX ini terjadi pada pemberian dosis tinggi leucovorin yang dikarenakan penurunan uptake MTX karena MTX dan leucovorin dalam memasuki sel berkompetisi melalui transporter yang sama yaitu RFC1 untuk absorpsi pada saluran cerna dan untuk masuk kedalam sel. (Gambar 5)  Sehingga pasien dianjurkan diberikan leucovorin 12 jam setelah pemberian methotreksat. 23
Mekanisme asam folat dalam suplementasi pada terapi MTX adalah dalam reaksi pembentukan metionin yang berasal dari homosistein. Reaksi ini dikatalisa oleh enzim metionin sintetase dan dipengaruhi vitamin B12. Dengan tingginya kadar asam folat menyebabkan turunnya kadar homosistein. MTX merupakan inhihibot yang kuat dari DHFR. Inhibisi enzim ini menyebabkan terganggunya regenerasi 5,10 methylenetetrahydrofo-late(5,10-methylene FH4) dari dihydrofolate (FH2) pada thymidylate (dTMP) dari deoxyuridylate(dUTP) yang dikatalisa timidilat sintetase. Asam folat menginhibisi MTX dengan meningkatkan kadar FH4 dan FH2. 24
Menurut Whittle dkk, pada semua pasien yang mendapatkan MTX  pemberian asam folat secara oral 5-10 mg setiap minggu setelah pemberian MTX memiliki keuntungan untuk mengurangi efek samping berupa menurunkan kelainan tes fungsi hati, gangguan gastrointestinal, sitopeni dan mengurangi kadar homosistein plasma. Sedangkan pemberian leucovorin oral 15 mg tiap 6-8 jam sebanyak 2-8 dosis pada pasien dengan overdosis MTX atau dengan toksisitas hematologi akut dapat mengembalikan toksisitas hematologi.22
Evaluasi pengobatan Metotreksat
Pada JIA istlah remisi masih kontroversi. Kriteria untuk mendefinisikan inaktif dan remisi secara klinik diambil dari Wallace, diantaranya:
1.      Tidak ada artritis yang aktif
2.      Tidak demam, rash rheumatiod yang spesifik, serositis,splenomegali, atau limpadenopati generalisata yang menyertai JIA
3.      Tidak ada uveitis aktif yang di konfirmasi dengan pemeriksaan ophthalmologi
4.      Laju endap darah atau C-reaktif protein yang normal
5.      Penilaian global dokter secara visual skala mulai dari tidak aktif sampai sangat parah, dengan menggunakan nilai terbaik yang mungkin.
Terdapat 2 tipe remisi, yaitu:
1.      Remisi dengan pengobatan. Kriteria penyakit inaktif setidaknya harus dilihat selama 6 bulan saat pasien mendapatkan terapi
2.      Remisi tanpa pengobatan. Kriteria penyakit inaktif dilihat selama 12 bulan saat pasien dihentikan semua obat anti arthritis dan anti uveitis. 1,25
Pada penelitian yang dilakukan Fernandes dkk, kemungkinan terjadi remisi secara klinis lebih besar pada tipe oligoartikular persisten dan tipe sitemik dibandingkan dengan tipe poliartikular. 26
Tingkat remisi pada JIA yang diterapi MTX bervariasi antara 6,9-45% dengan rata-rata lama pengobatan MTX sampai terjadi remisi sekitar satu tahun dengan menggunakan dosis 10-15 mg/m2. Untuk menghentikan MTX pada terapi JIA masih dalam penelitian karena istilah remisi pada JIA masih kontroversi. Penghentian MTX menyebabkan 50% pasien JIA kembali kambuh. Tingkat remisi pada pemberian kembali MTX masih belum jelas. 2
Pemberian terapi MTX dengan durasi lebih lama setelah terjadi remisi tidak membuat durasi perbaikan lebih lama setelah penghentian terapi.3,27 Pada penelitian yang dilakukan oleh Zoler, pemberian MTX pada pasien dengan JIA yang sudah remisi selama 6 bulan tidak terbukti lebih menguntungkan untuk mencegah terjadinya kekambuhan pada 300 pasien JIA.28
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Rozin dkk, perubahan MTX dari parenteral menjadi oral dengan dosis yang sama meningkatkan kejadian eksaserbasi.29

Daftar Pustaka
1.      Ravelli A, Martini A. Juvenile idiopathic arthritis. Lancet. 2007;369(9563):767–78.
2.      Ramanan AV, Whitworth P, Baildam EM. Use of methotrexate in juvenile idiopathic arthritis. Arch Dis Child 2003;88:197–200
3.      Cassidy JT, Petty RE, Laser RM, Lindsley CB. Textbook of pediatric rheumatology. 5th edition.2006. Philadelphia.77-172
4.      Ghrahani. R, Setiabudiawan. B, Sapartini.G , Puspasari. H. Distribusi Subtipe Juvenile Idiopathic Arthritis di Bandung. MKB. 2012;44(2):101–5.
5.      Kim KH, Kim DC. Juvenile idiopathic arthritis: Diagnosis and differential diagnosis. Korean J Pediatr 2010;53(11):931-5
6.      Akib AAP. Buku Ajar Alergi Imunologi Anak edisi kedua.2010. Badan penerbit IDAI. Jakarta.332-44.
7.      Monteleone GP. Joint injection: indication and technic. Diunduh dari: http://medicine.hsc.wvu.edu/fam\d-sports-med/medialibraries/fammed-sports-med/media/documents/pdfs/joint-injections.pdf
8.      Neustadt DH. Intra-articular injections for osteoarthritis of the knee. Cleveland Clinic Journal Of Medicine. October 2006;73(10).
9.      Lavelle W, Lavelle ED, Lavelle L. Intra-Articular Injections. Anesthesiology Clin 25. 2007;853–62
10.  American College Of Rheumatology. ACR 2011 Recommendations for the treatment of juvenile idiopathic  arthritis.  published in the april 2011 issue of arthritis care and research
11.  Ravelli A, Martini A. Methotrexate in Juvenile Idiopathic Arthritis: Answers and Questions. Diunduh dari: https://www.jrheum.com/abstracts/editorials/990827.html
12.  Tian H dan Cronstein MD. Understanding the Mechanisms of Action of Methotrexate Implications for the Treatment of Rheumatoid Arthritis. Bulletin of the NYU Hospital for Joint Diseases 2007;65(3):168-73
13.  Schiff MH, Jaffe JS, Freundlich B. Head-to-head, randomised, crossover study of oral versus subcutaneous methotrexate in patients with rheumatoid arthritis: drug-exposure limitations of oral methotrexate at doses 15 mg may be overcome with subcutaneous administration. 10.1136/annrheumdis-2014-205228
14.  Visser K, van der Heijde D. Optimal dosage and route of administration of methotrexate in rheumatoid arthritis: a systematic review of the literature. Ann Rheum Dis 2009 68: 1094-1099
15.  Klein A, Kaul I, Foeldvari I, Ganser G, Urban A, and Horneff G. Efficacy and safety of oral and parenteral methotrexate therapy in children with juvenile idiopathic arthritis: an observational study with patients from the german methotrexate registry. Arthritis Care & Research. September 2012;64(9):1349–56
16.  Wegrzyn J, Adeleine P, Miossec P. Better efficacy of methotrexate given by intramuscular injection than orally in patients with rheumatoid arthritis. Ann Rheum Dis 2004;63(10):1232-4.
17.  Di unduh dari http://rahmadners.blogspot.com/p/farmakologi.html
18.  Gaeis E et al. Methotrexate Side Effects: Review Article. J Drug Metab Toxicol 2012, 3:4
19.  Kinder AJ, Hassell AB, Brand J, Brownfield A, Grove M and Shadforth MF. The treatment of inflammatory arthritis with methotrexate in clinical practice: treatment duration and incidence of adverse drug reactions. Rheumatology 2005;44:61–66
20.  Parker S, Hanrahan P, Barrett C. Folate for therapy. Australian Prescriber. April 2013;36(2)
21.  Morgan SL, Oster RA, Lee JY, Alarco´n GS, and Baggott JE. The effect of folic acid and folinic acid supplements on purine metabolism in methotrexate-treated rheumatoid arthritis. Arthritis & Rheumatism. October 2004; 50(10):3104–11
22.  Whittle SL, and Hughes RA. Folate supplementation and methotrexate treatment in rheumatoid arthritis: a review. Rheumatology 2004;43:267–271
23.  Tian H dan Cronstein MD. Understanding the Mechanisms of Action of Methotrexate Implications for the Treatment of Rheumatoid Arthritis. Bulletin of the NYU Hospital for Joint Diseases 2007;65(3):168-73
24.  Subhashini V, Medabalimi  SS, And Suresh.B . Folates  Beneficial? In RA treatment  With METHOTREXATE A REVIEW. Asian J Pharm Clin Res, Vol 6, Suppl 1, 2013, 1-4
25.  Consolaro A, et al. Remission, Minimal Disease Activity, and Acceptable Symptom State in Juvenile Idiopathic Arthritis Defining Criteria Based on the Juvenile Arthritis Disease
26.  Fernandes TAP, Corrente JE, Magalhães CS. Remission status follow-up in children with juvenile idiopathic arthritis. J Pediatr (Rio J). 2007;83(2):141-148
27.  Foell D, Frosch D, Wiesch AS, Vogl T, Sorg C dan Roth J. Methotrexate treatment in juvenile idiopathic arthritis: when is the right time to stop?. Ann Rheum Dis 2004;63(10):206–8
28.  Zoler ML. Stop MTX after remission in most JIA patients. Rheumatology News. December 2009
29.  Rozin A et al. Relapse of rheumatoid arthritis after substitution of oral for parenteral administration of methotrexate. Ann Rheum Dis 2002;61:756–757

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pemeriksaan Mental Emosional Remaja dengan Penyakit Kronik

PENDEKATAN DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA PENYAKIT PARU KRONIK PADA ANAK

KEMBAR SIAM (CONJOINED TWIN)