Epidemiologi Lupus Eritematosus Sistemik Anak di Indonesia
Pendahuluan
Lupus Eritematosus Sistemik (LES)
penyakit autoimun kronis multisistem dengan manifestasi klinis yang beragam,
mulai dari ringan yaitu keterlibatan kulit minor hingga kerusakan organ yang
berat.1-5
Gejala dan tanda yang sering didapatkan adalah gejala sistemik seperti demam,
rambut rontok, kelemahan, penurunan berat badan, dan gejala inflamasi
generalisata.4
Faktor penyebab dari penyakit ini belum seluruhnya diketahui. Akan tetapi
diduga faktor genetik memegang peranan pada patogenesisnya.6-8
Selain faktor genetik, faktor lingkungan, neuroendokrinologi, hormone seks
perempuan, dan disregulasi imun memiliki kontribusi dalam perkembangan LES.9
Lupus eritematosus sistemik dapat mengenai anak ataupun dewasa. Diperkirakan
20% dimulai pada masa kanak-kanak.9, 10
Lupus eritematosus sistemik onset anak merupakan penyakit jarang dengan
insidensi 0,3-0,9 per 100.000 anak tiap tahunnya dengan prevalensi 3,3-8,8 per
100.000 anak.2
Sumber lain menyatakan bahwa insidensi sekitar 3-4 per 100.000 anak. Prevalensi
lebih sering pada anak asia, afrika-amerika dan hispanik. Onset LES anak antara
3-15 tahun dengan perbandingan laki-laki : perempuan 1:4.10, 11 Lupus
eritematosus sistemik dengan onset anak sangat jarang terjadi sebelum usia 5
tahun, sedangkan pada perempuan terjadi pada usia setelah pubertas dan sebelum
menopause.7
Belum terdapat data epidemiologi LES yang mencakup semua wilayah Indonesia,
termasuk data untuk penderita anak.12
Namun insidensi LES pada anak secara keseluruhan mengalami peningkatan.13
Pada sari pustaka ini akan dibahas tentang prevalensi LES anak di
Indonesia.
Demografi
Indonesia merupakan negara kepulauan
terbesar di dunia dengan jumlah pulau sebanyak 13.466, terbagi atas 34 provinsi. Hasil estimasi jumlah penduduk pada
tahun 2015 sebesar 255.461.686 jiwa, yang terdiri atas 128.366.718 jiwa
penduduk laki-laki dan 127.094.968 jiwa penduduk perempuan14
Jumlah penduduk Indonesia < 15 tahun sangat tinggi, jumlahnya
mencapai 69.857.406 jiwa
atau sebesar 27,3% dari jumlah penduduk Indonesia dengan jumlah laki-laki
35.754.920 jiwa (14%) dan perempuan 34.102.486
jiwa (13,3%) seperti tampak pada Tabel 1.14
Tabel
1. Jumlah anak berdasarkan kelompok umur14
No.
|
Kelompok
Umur
|
Usia
|
Jenis
Kelamin
|
Jumlah
|
|
Laki-laki
|
Perempuan
|
||||
1.
|
Bayi
|
<1 tahun
|
2.448.045
|
2.346.746
|
4.749.791
|
2.
|
Batita
(di Bawah Tiga Tahun)
|
0 – 2 Tahun
|
7.348.945
|
7.045.809
|
14.403.754
|
3.
|
Anak
Balita
|
1 – 4 Tahun
|
9.825.271
|
9.445.444
|
19.270.715
|
4.
|
Balita (di Bawah Lima
Tahun)
|
0 – 4 Tahun
|
12.273.316
|
11.792.190
|
24.065.506
|
5.
|
Pra
Sekolah
|
5 – 6 Tahun
|
4..849.350
|
3.602.593
|
9.451.943
|
6.
|
Anak Usia Kelas 1
SD/Setingkat
|
7 tahun
|
2.388.714
|
2.260.214
|
4.648.928
|
7.
|
Anak
Usia SD/Setingkat
|
7 – 12 Tahun
|
14.040.775
|
13.340.905
|
27.381.680
|
8.
|
Penduduk
Usia Muda
|
< 15 Tahun
|
35.754.920
|
34.102.486
|
69.857.406
|
Rata-rata kepadatan penduduk di Indonesia tahun 2015 berdasarkan hasil
estimasi sebesar 133,5 jiwa per km2. Pada Gambar 1. terlihat bahwa kepadatan
penduduk di Indonesia belum merata. Kepadatan penduduk tertinggi terdapat di
Pulau Jawa yaitu Provinsi DKI Jakarta sebesar 15.327,97 jiwa per km2.
Kepadatan penduduk terendah terdapat di Provinsi Kalimantan Utara sebesar 8,51
jiwa per km2.14
Gambar
1. Kepadatan penduduk Indonesia berdasarkan provinsi14
Peran dokter spesialis
anak dan Subspesialis Alergi imunologi
Dokter Jumlah
dokter anak masih sedikit disbanding jumlah penduduk masih menjadi kendala yang
menyebabkan keterlambatan diagnosis penyakit autoimun khususnya LES. Menurut American Academy of Pediatric, proporsi
dokter anak dibanding dengan jumlah anak yang ideal adalah 885-1750:1. Pada
tahun 2012, jumlah di Indonesia sekitar 82,5 juta jiwa sehingga menurut rasio
ideal untuk mencapai pelayanan kesehatan yang optimal maka dibutuhkan sekitar 8.250
dokter anak. Saat ini Indonesia hanya memiliki 2.700 dokter anak dengan sebaran
yang merata. Di Jakarta terdapat 670 dokter anak, Jawa Barat 312 orang, Jawa
Timur 283 orang, Jawa Tengah 222 orang dan Sumatera Utara 142 orang, sementara
daerah lain seperti Jambi dan Kalimantan Barat hanya memiliki belasan dokter
anak.15
Jumlah dokter subspesialis atau konsultan
yang sedikit dibidang aleri-imunologi juga merupakan salah satu tantangan di
Indonesia. Dokter spesialis anak yang bekerja di bidang Alergi Imunologi dan
terhimpun dalam UKK Alergi Imunologi hingga saat ini yang tercatat adalah 51
orang, sedangkan yang sudah memperoleh gelar konsultan alergi dan imunologi
sebanyak 29 orang dan hanya tersebar di 11 provinsi yaitu Daerah Istimewa Aceh,
Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah,
Yogyakarta, Jawa Timur, Bali dan Sulawesi Utara.15
Lupus Eritematosus
Sistemik
Lupus eritematosus sistemik merupakan
penyakit autoimun kronik dengan keterlibatan banyak system organ dengan
manifestasi klinis yang luas dan secara signifikan menyebabkan angka kesakitan
dan kematian.2
Patogenesis LES berhubungan dengan defisiensi fungsional dari multipel komponen
imunologi termasuk system imunitas alamiah, mekanisme imunotoleran,
hiperaktivasi sel T dan B, penurunan kemampuan imun kompleks, apoptosis sel
klirens, dan defek pada multipel regulasi hubungan imunitas. Berbagai gangguan
tersebut disebabkan oleh adanya kelianan pada gen. beberapa gene diperkirakan
berpengaruh terhadap perkembangan dari LES.8
Selain gen, faktor lingkungan ikut berperan dalam perkembangan LES. Paparan
sinar ultraviolet, merokok, alkohol, zat kimia, infeksi yang disebabkan oleh
Epstein Barr virus dan parvo virus, hormone, vaksin mempunya hubungan dalam
perkembangan LES.16
Kecurigaan akan penyakit LES perlu dipikirkan bila dijumpai:12
1.
Wanita muda dengan keterlibatan dua
organ atau lebih.
2.
Gejala konstitusional: kelelahan, demam
(tanpa bukti infeksi) dan penurunan berat badan.
3. Muskuloskeletal:
artritis, artralgia, myositis
4.
Kulit: ruam kupu-kupu (butterfly atau
malar rash), fotosensitivitas, lesi membrana mukosa, alopesia, fenomena
Raynaud, purpura, urtikaria, vaskulitis.
5.
Ginjal: hematuria, proteinuria,
silinderuria, sindroma nefrotik
6.
Gastrointestinal: mual, muntah, nyeri
abdomen
7.
Paru-paru: pleurisy, hipertensi
pulmonal, lesi parenkhim paru.
8.
Jantung: perikarditis, endokarditis,
miokarditis
9.
Retikulo-endotel: organomegali
(limfadenopati, splenomegali, hepatomegali)
10.
Hematologi: anemia, leukopenia, dan trombositopenia
11.
Neuropsikiatri: psikosis, kejang,
sindroma otak organik, mielitis transversus, gangguan kognitif neuropati
kranial dan perifer.
Penegakan
diagnosis
Batasan
operasional LES yang dipakai mengacu pada kriteria dari American Collegge of Rhematology (ACR) revisi tahun 1997 yang
tampak pada tabel 2.
Tabel 2. Kriteria
diagnosis Lupus eritematosus sistemik12
Kriteria
|
Batasan
|
Ruam malar
|
Eritema yang menetap, rata atau
menonjol, pada daerah malar dan cenderung tidak melibatkan lipat nasolabial.
|
Ruam diskoid
|
Plak eritema menonjol dengan
keratotik dan sumbatan folikular. Pada SLE lanjut dapat ditemukan parut
atrofi
|
Fotosensitifitas
|
Ruam kulit yang diakibatkan
reaksi abnormal terhadap sinar matahari, baik dari anamnesis pasien atau yang
dilihat oleh dokter pemeriksa.
|
Ulkus mulut
|
Ulkus mulut atau orofaring,
umumnya tidak nyeri dan dilihat oleh dokter pemeriksa.
|
Artritis
|
Artritis non erosif yang
melibatkan dua atau lebih sendi perifer, ditandai oleh nyeri tekan, bengkak
atau efusia.
|
Serositis
Pleuritis
Perikarditis
|
a. Riwayat nyeri pleuritik atau
pleuritc frictioon rub yang didengar oleh dokter pemeriksa atau
terdapat bukti efusi pleura.
atau
b. Terbuka dengan rekaman EKG
atau pericardial friction rub atau terdapat bukti efusi perikardium.
|
Gangguan renal
|
a. Proteinuria menetap >0.5
gram per hari atau >3+ bila tidak dilakukan pemeriksaan kuantitatif
atau
b. Silinder seluler: dapat
berupa silinder eritrosit, hemoglobin, granular, tubular atau campuran.
|
Gangguan
neurologi
|
a. Kejang yang bukan disebabkan
oleh obat-obatan atau gangguan metabolik (misalnya uremia, ketoasidosis, atau
ketidakseimbangan elektrolit).
atau
b. Psikosis yang bukan
disebabkan oleh obat-obatan atau gangguan metabolik (misalnya uremia,
ketoasidosis, atau ketidakseimbangan elektrolit).
|
Gangguan
hematologik
|
a. Anemia hemolitik dengan retikulosis
atau
b. Lekopenia <4.000/mm3 pada
dua kali pemeriksaan atau lebih
atau
c. Limfopenia <1.500/mm3
pada dua kali pemeriksaan atau lebih
atau
d. Trombositopenia
<100.000/mm3 tanpa disebabkan oleh obat-obatan
|
Gangguan
imunologik
|
a.
Anti-dsDNA: anti bodi terhadap native DNA dengan titer yang abnormal
atau
b. Anti-Sm: terdapatnya antibodi
terhadap antigen nuklear Sm
atau
c. Temuan positif terhadap
antibodi antifosfolipid yang didasarkan atas:
1) kadar serum antibodi antikardiolipin
abnormal baik IgG atau IgM,
2) Tes lupus antikoagulan positif
menggunakan metoda standard, atau
3) hasil tes serologi positif
palsu terhadap sifilis sekurang-kurangnya selama 6 bulan dan dikonfirmasi
dengan test imobilisasi Treponema pallidum atau tes fluoresensi
absorpsi antibody treponema.
|
Antibodi anti nuklear positif
(ANA)
|
Titer abnormal dari antibodi
anti-nuklear berdasarkan pemeriksaan
imunofluoresensi atau
pemeriksaan setingkat pada setiap kurun waktu perjalan penyakit tanpa
keterlibatan obat yang diketahui berhubungan dengan sindroma lupus yang
diinduksi obat.
|
Keterangan:
a. Klasifikasi ini
terdiri dari 11 kriteria dimana diagnosis harus memenuhi 4 dari 11 kriteria
tersebut yang terjadi secara bersamaan atau dengan tenggang waktu.
b.
Modifikasi kriteria ini dilakukan pada tahun 1997.
Bila dijumpai 4 atau lebih kriteria
diatas, diagnosis SLE memiliki sensitivitas 85% dan spesivisitas 95%. Sedangkan
bila hanya 3 kriteria dan salah satunya ANA positif, maka sangat mungkin SLE
dan diagnosis bergantung pada pengamatan klinis. Bila hasil tes ANA negatif,
maka kemungkinan bukan SLE. Apabila hanya tes ANA positif dan manifestasi
klinis lain tidak ada, maka belum tentu SLE, dan observasi jangka panjang diperlukan.
Pemeriksaan penunjang minimal lain yang
diperlukan untuk diagnosis dan monitoring:
1. Hemoglobin,
lekosit, hitung jenis sel, laju endap darah (LED)
2. Urin rutin
dan mikroskopik, protein kuantitatif 24 jam, dan bila diperlukan kreatinin
urin.
3. Kimia darah
(ureum, kreatinin, fungsi hati, profil lipid)
4. PT, aPTT pada
sindroma antifosfolipid
5. Serologi ANA,
anti-dsDNA, komplemen (C3, C4)
6.
Foto polos thorax
Selain kriteria dari American Collegge of Rhematology (ACR) revisi tahun 1997, dapat
juga digunakan dengan kriteria Systemic
Lupus International Collaborating Clinics (SLICC) seperti tampak pada tabel
3.
Tabel
3. Kriteria LES menurut SLICC 2012.17
Kriteria Klinis
|
Deskripsi Singkat
|
Kutaneus lupus akut
ATAU
Lupus kutaneus sub akut
|
Kutaneus lupus akut: ruam malar
lupus (tidak termasuk malar discoid), lupus bulosa, varian nekrolisis
epidermis toksik dari LES, ruam mukopapular, ruam fotosensitif (tanpa adanya dermato
myositis)
Kutaneus lupus subakut:
psoriaformis tanpa indurasi dana tau lesi polisiklik anular yang sembuh tanpa
bekas luka, meskipun kadang dengan dispigmentasi post inflamasi atau
telenagiektasis
|
Lupus kutaneus kronis
|
Ruam discoid klasik local (diatas
leher) atau umum (diatas dan dibawah leher), lupus hipertrofikan (verukosa),
lupus panniculitis (profundal), lupus mukosa, lupus eritematosa tummidus,
lupus chillblaius, lupus/ lichen planus
|
Ulcus oral atau ulkus nasalis
|
Oral: langit-langit, bukal,
lidah
Ulkus hidung
Dengan tidak adanya penyebab
lain seperti vasculitis, penyakit behcet, infeksi (virus herpes), penyakit
radang usus, artritis reaktif, dan makanan asam
|
Alopesia (tanpa bekas lesi)
|
Penipisan rambut difusa atau
rambut rapuh dengan rambut rusak yang terlihat, dengan tidak adanya penyebab
lain seperti alopesia areata, obat-obatan, kekurangan zat besi dan alopesia
androgenik
|
Synovitis yang melibatkan 2
atau lebih sendi
|
Ditandai dengan pembengkaka
atau efusi ATAU nyeri di 2 atau lebih sendi dan setidaknya 30 menit kaku di
pagi hari
|
Serositis
|
Pleuritis tipikal lebih dari 1
hari atau efusi atau pleural rubbing
Nyeri pericardium tipikal
(nyeri yang meningkat dengan duduk menunduk depan) selama lebih dari 1 hari
ATAU efusi pericardium ATAU pericardial rubbing OR pericarditis melalui
elektrokardiografi
Dengan tidak adanya penyebab
lain, seperti infeksi, uremia, dan pericarditis Dressler
|
Ginjal
|
Rasio protein-kreatinin urin
(atau protein urin 24 jam) yang mempresentasikan 500mg protein/24 jam atau
cast sel darah merah
|
Neurologis
|
Kejang, gejala psikosis,
mononeuritis multipleks (dengan tidak adanya penyebab lain yang diketahui
vasculitis primer), myelitis, neuropati perifer atau kranial (tanpa adanya
penyebab lain yang diketahui seperti vasculitis, infeksi, dan diabetes
mellitus), kondisi bingung akut (dengan tidak adanya penyebab lain termasuk
toksisk/metabolic, uremia, obat-obatan)
|
Anemia hemolitik
|
|
Leukopenia (<4000/mm3)
ATAU
Limfopenia (<1000/mm3)
|
Leukopenia setidaknya sekali:
dengan tidak adanya penyebab lain yang diketahui seperti sindroma Felty,
obat-obatan dan hipertensi portal
Limfopenia setidaknya sekali:
dengan tidak adanya penyebab lain seperti kortikosteroid, obat dan infelksi
|
Trombositopenia
|
Setidaknya sekali dengan tidak
adanya penyebab lain seperti obat-obatan, hipertensi portal dan trombotik
trombositopenik purpura
|
Kriteria
Imunologis
|
Deskripsi singkat
|
ANA tes
|
Diatas kisaran rata-rata
referensi laboratorium
|
Antibodi Anti-dsDNA
|
Diatas kisaran rata-rata
referensi laboratorium (atau 2 kali lipat kisaran rata-rata referensi jika
diuji dengan ELISA)
|
Anti-Smith
|
Adanya respon antibody terhadap
antigen nuklis Smith
|
Antibodi antifosfolipid
|
Tes positif untuk antikoagulan
lupus
Hasil uji positif palsu untuk
Rapid Plasma Reagin
Titer sedang atau tinggi dari
tingkat antibody anticardiolipin (IgA, IgG atau IgM)
Hasil tes positif untuk
anti-2-glikoprotein I (IgA, IgG, IgM)
|
Komplemen
|
Komplemen C3, C4, CH50 yang
rendah
|
Uji Coomb tes direk
|
Positif (tanpa adanya anemia
hemolitik)
|
Berdasarkan kriteria SLICC dikatakan LES jika:
-
Pasien memenuhi 4 dari seluruh kriteria
pada tabel diatas termasuk setidaknya 1 kriteria klinis atau 1 kriteria
imunologis, atau
-
Pasien memiliki biopsy yang menunjukan
adanya nefritis yang kompatibel dengan SLE dan dengan ANA atau antibody anti
dsDNA.17
Lupus Eritematosus Sistemik dapat
mengenai usia berapapun termasuk anak. Meskipun paling banyak usia 20-40 tahun.
Prognosis lebih baik berdasarkan peningkatan usia. Prognosis LES anak lebih
buruk dibandingkan dengan penderita dewasa dan berhubungan dengan lebih
seringnya keterlibatan ginjal dan neurologis. Beberapa studi menunjukan
penyakit yang parah dan kerusakan jaringan pada anak lebih tinggi dibandingkan
dewasa dengan mayoritas mengalami komplikasi pada tahun pertama setelah
diagnosis.18
Morbiditas LES sangat
beragam dari ringan hingga berat dan dapat melibatkan berbagai system organ
diantaranya: keterlibatan sendi (91%), muskulokutaneus (90%), hematologi (86%),
endokrin (70%), ginjal (60%), tulang (52%), jantung (51%), paru (41%),
disfungsi hati (40 %), neurologi (39%), mata (28%) dan vascular (24%).18
Sedangkan untuk survival total pasien pada tahun pertama, ketiga, dan
kelima berturut turut 85%, 65%, dan 30% terlihat lebih rendah dibandingkan
dengan penelitian yang dilakukan di tempat lain. Survival di Eropa dan Amerika
pada tahun kelima, sepuluh, dan lima belas berturut turut 90%, 85%, dan 80%.19
Mortalitas LES dalam beberapa dekade terakhir terjadi penurunan, yang
pada tahun 1955 sekitar 50% pada 5 year
survival rate menjadi lebih dari 90% 10 year
survival. Beberapa hal yang berkontribusi meningkatnya angka harapan hidup
diantaranya: diagnosis dini, kasus yang lebih ringan, prosedur tatalalaksana
seperti penggunaan imunosupresan, kortikosteroid puls, dan tatalaksana
hipertensi, infeksi dan gagal ginjal. Dorla dkk. mendapatkan dari 207 meninggal
17 atau sekitar 8%, dengan diantaranya 35,3% disebabkan oleh penyakit aktif dan
64,7% disebabkan oleh komplikasi penyakit. Penyebab kematian karena penyakit
yang aktif adalah gagal ginjal, perdarahan paru, hipertensi pulmonal,
vasculitis intestinal dan gangguan koagulasi. Sedangkan penyebab komplikasi
dinataranya paling banyak adalah infeksi (23,5% dari yang meninggal), penyakit
jantung akut, perdarahan gastrointestinal dan keganasan.20
Lupus Eritematosus di Beberapa
Pusat Studi di Indonesia
Data sebelumnya belum
ada hingga dilakukan registry LES anak oleh UKK Alergi imunologi yang
dikumpulkan oleh beberapa pusat studi diantaranya Daerah Istimewa Aceh,
Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jakarta, Jawa Barat, Jawa
Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Bali dan Sulawesi Utara.15
Di Rumah Sakit Adam Malik di Medan, Sumatera Utara dilakukan penelitian
selama 5 tahun mendapatian data terdapat 12 anak dengan diagnosis LES, terdiri
dari 1 (satu) anak laki-laki (8,3%) dan 11 (sebelas) anak perempuan (91,7%)
dengan perbandingn 1:11. Rerata usia saat datang ke fasilitas kesehatan adalah
10,25 tahun dengan rentang usia antara 3 sampai 15 tahun. Keluhan utama saat
pertama kali datang 100% adalah demam, ruam kupu-kupu, nyeri sendi dan
penurunan berat badan yang didapatkan pada semua pasien. Pada pemeriksaan
laboratorium pasien, semua pasien menunjukkan anemia, test ANA positif, dan
kenaikan titer anti ds-DNA.21
Sudewi dkk. di RS Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta, didapatkan 27
pasien LES anak. Pasien anak perempuan dibandingkan laki-laki, 24:3 dan usia
terbanyak antara 6-12 tahun. Ruam malar, artritis, artralgia, fotosensitivitas,
dan demam merupakan manifestasi klinis terbanyak saat pasien pertama kah
berobat ke RSCM. Pemeriksaan darah tepi dan anti ds-DNA dilakukan pada seluruh
subjek penelitian, pemeriksaan LED dan urinalisis pada 24 subjek, pemeriksaan
ANA pada 19 pasien dan pemeriksaan kadar C3 dilakukan pada 25 pasien.7
Soleh dkk. selama periode 1997–2007 didapat 36 kasus LES di Departemen
Ilmu Kesehatan Anak (IKA) Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM), 29 di
antaranya adalah anak perempuan dengan rasio anak perempuan dibandingkan
laki-laki 3,6:1. Rerata usia pasien saat timbul gejala 11,23 tahun, sedangkan
rerata usia saat diagnosis 11,79 dengan sebagian besar pasien terdiagnosis di
atas 10 tahun. Manifestasi klinis berdasarkan sistem skor SLEDAI yang paling
sering ditemukan pada awal pengamatan adalah artritis, rash, dan demam,
sedangkan untuk laboratorium adalah peningkatan dsDNA dan komplemen darah yang
rendah22
Ghrahani dkk di RS Hasan Sadikin
(RSHS) Bandung Selama periode September 2006–April
2015 didapatkan 93 subjek penderita LES anak yang telah memenuhi kriteria ACR
1997. Sebagian besar perempuan dengan perbandingan perempuan dan laki-laki
adalah 10,6:1 dan usia terbanyak 12 tahun. Ruam kulit, panas badan dan pucat
merupakan gejala tersering yang didapatkan pada LES anak.23
Wistiani melaporkan didapatkan 7 pasien anak yang memenuhi kriteria ACR
yang telah di revisi di RS Kariadi Semarang. Semua penderita merupakan anak
perempuan dengan rentang umur 8 tahun hingga 13 tahun dengan rerata umur 11,57
tahun. Dua pasien didiagnosis sebagai anemi dengan splenomegali, dan 5 pasien
sebagai nefritis. Didapatkan riwayat demam berkepanjangan pada semua pasien.
Gejala lain berupa kelainan kulit malar rash, fotosensitivitas, dan
arthritis dijumpai pada semua pasien.24
Farkhati dkk. di RS Sardjito Yogyakarta mendapatkan 46 pasien, diantaranya 8 (17,4%) laki-laki dan 38 (82,6%)
perempuan dengan rerata usia terdiagnosis 11,9 tahun, 21 subyek (45,7%)
diantaranya meninggal. Survival pada tahun pertama, ketiga dan kelima
adalah 85%, 60%, dan 30 %. nefritis (76,1%), artritis (67,4%), tes ANA
positif (63,1%), dan ulkus mulut (60,1%) merupakan gejala dan tanda klinis yang
paling sering muncul.19
Lupus
Eritematosus di Indonesia
Setelah dilakukan registrasi LES anak
didapatkan data jumlah LES yang tercatat UKK alergi imunologi adalah sebanyak
210 anak. Dengan prevalensi paling banyak didapatkan di Jawa barat dengan 44,4%
kemudian Jawa timur (10%) dan Sumatera Utara (8,6%) seperti tampak pada Gambar
2. Prevalensi LES anak di Indonesia 0,3 tiap 100.000 anak. Paling banyak data
didapatkan dari daerah Jawa Barat yaitu 48%. Hal ini berbeda dengan prevalensi
yang dikemukakan oleh Rahman dkk yang berkisar antara 1,89-25,7 per 100.000
anak.4
data lain menyebutkan bahwa insidensi 3-4 per 100.000 anak dengan prevalensi di
Asia lebih tinggi.11
Prevalensi LES anak di Indonesia
perbandingan laki-laki : perempuan sekitar 1:9. Hal ini sesuai dengan
pernyataan bahwa prevalensi LES lebih banyak pada jenis kelamin perempuan.7
Perbandingan laki-laki : perempuan menurut Kumar dkk, adalah sebesar 1:4 anak.11
Penelitian yang dilakukan Sukhair dkk mendapatkan laki-laki: perempuan 1:7,3. 10
Gambar
2. Distribusi SLE anak berdasarkan registrasi UKK Alergi Imunologi
Pada saat terdiagnosis paling banyak pada
usia prepubertas dan pubertas dan sangat jarang anak dibawah 5 tahun. Dari
gambar 3. Paling banyak usia saat terdiagnosisi adalah usia 11-13 tahun. Data
yang sama dengan yang dikemukakan oleh Sudewi dkk dan Kumar dkk.7, 11 Rata-rata onset
LES anak 60% terdiagnosis setelah 10 tahun, 35% antara 5-10 tahun dan hanya 5%
yang jurang dari 5 tahun.5
Sukhair menyebutkan dari 25 anak dengan LES rata-rata onset penyakit didapatkan
10,9 tahun.10
Gambar 3. Distribusi
usia LES anak saat terdiagnosis.
Manifestasi klinis yang beragam, mulai
dari ringan yaitu keterlibatan kulit minor hingga kerusakan organ yang berat.1-5
Gejala dan tanda yang sering didapatkan adalah gejala sistemik seperti demam,
rambut rontok, kelemahan, penurunan berat badan, dan gejala inflamasi
generalisata.4
Tabel 4. Manifestasi
klinis pasien LES anak
Manifestasi
klinis
|
Persentase
|
BAK merah
|
1,1
|
Edema
|
6,8
|
Febris
|
34,2
|
Kejang
|
2,6
|
Kulit
|
30,0
|
Nyeri abdomen
|
0,5
|
Nyeri perut
|
0,5
|
Obesitas
|
0,5
|
Pucat
|
8,4
|
Rambut rontok
|
0,5
|
Sendi
|
6,3
|
Sesak
|
4,7
|
Tidak haid
|
0,5
|
Lain-lain
|
3,2
|
Total
|
100
|
Manifestasi klinis yang sering didapatkan
pada saat anak terdiagnosis adalah adanya demam lama yaitu sekitar 34,2%.
Selain itu prevalensi yang sering didapatkan juga adanya keterlibatan kulit
(30,0%) dan pucat (8,4%). Data serupa dikemukakan oleh Rahman yang hampir
seluruh anak dengan LES mengeluhkan demam yang berulang dan keluhan tidak
spesifik lain.4
Demam, kelemahan dan limadenopati generalisata lebih sering didapatkan pada
pasien LES anak dibandingkan dengan dewasa. Keterlibatan mukokutan termasuk
bercak malar, bercak kemerahan di kedua pipi melewati pangkal hidung sampai
lipatan nasolabial.8
Penelitian Sukhair dkk. mendapatkan keterlibatan kulit 68% pada anak dengan
LES.10
Tabel
6. Gambaran Imunologik pasien LES anak
Gambaran
Serologik
|
(%)
|
Antibodi
Antinuklear
|
91
|
Antibodi Anti
ds-DNA
|
70
|
Anemia
|
60,9
|
Leukopenia
|
28,7
|
Trombositopenia
|
16
|
Berdasarkan tabel 6. Pemeriksaan antibody
antinuclear rekatif pada 91% anak dengan LES. Anti dsDNA reaktif pada 70% anak.
Rahman dkk, menyenbutkan bahwa prevalensi ANA tes sebesar 97% dan anti dsDNA
sebesar 91%.4
Sukhair dkk, mendapatkan ANA tes 100% dan anti dsDNA 88% pada 25 pasien anak
dengan LES.10
Anemia didapatkan pada 60,9% anak. Hal ini
berbeda dengan yang dilaporkan oleh Rahman dkk. Yang menyebutkan bahwa
prevalensi anemia pada anak dengan LES adalah sebesar 100%.4
Leukopenia didapatkan pada 28,7% anak. Hal
ini hampir sama dengan yang dikemukan oleh Rahman dkk, yang menyatakan bahwa
prevalensi leukopenia pada anak LES adalah sebesar 10%.4
Prevalensi trombositopenia hanya 16%,
hampir sama dengan yang dikemukakan Rahman dkk, dengan prevalensi
trombositopenia 12%. 4
Keterlibatan ginjal pada LES anak di
Indonesia yaitu sekitar 56,6%. Keterlibatan ginjal sekitar 50-70% anak dengan
LES saat diagnosis dan lebih dari 90% anak dengan LES berkembang menjadi
penyakit ginjal dalam 2 tahun setelah diagnosis. Manifestasi awal dari penykit
ginjal mulai dari yang ringan yaitu minimal proteinuria dan mikroskopik
hematuria hingga yang berat berupa proteinuria massif, hipertensi berat, edema
perifer, insufisiensi ginjal bahkan gagal ginjal akut. Pada LES umumnya
mempengaruhi glomerulus (lupus nefritis) sedangkan jaringan interstitial ginjal
jarang terlibat. 2
Simpulan
Prevalensi LES
anak di Indonesia sebesar 0,3 per 100.000 anak dengan perbandingan laki-laki
dan perempuan sebesar 1: 9 anak dimana perempuan memiliki angka kejadian yang
lebih tinggi. Manifestasi klinis beragam dari yang ringan hingga yang berat.
Daftar
Pustaka
Komentar
Posting Komentar