Demam Berdarah Dengue
DEMAM BERDARAH
DENGUE
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah
penyakit infeksi yang disebabkan oleh Virus Dengue (DENV) serotipe 1-4 yang
ditransmisikan oleh nyamuk Aedes aegpty. Virus ini memiliki 4 serotipe yaitu
DENV-1, DENV-2, DENV-3 dan DENV-4. Manusia akan terinfeksi setelah diinfeksi
oleh nyamuk Aedes Aegypti yang membawa virus DENV. Virus dengue dapat menyebabkan dua tipe
infeksi yaitu infeksi primer dan infeksi sekunder. Infeksi primer dapat muncul
sebagai demam akut atau disebut demam dengue yang akan dinetralisir dalam tujuh
hari oleh respon imun. Sedangkan infeksi sekunder cenderung akan lebih berat
dan akan mengakibatkan demam berdarah dengue (DBD) atau sindrom renjatan dengue
(SRD).
Manifestasi
Klinis
Manifestasi klinis infeksi dengue
bervariasi mulai dari asimptomatik hingga manifestasi berat yang menyebabkan
kematian. Kasus simptomatik dapat dibedakan menjadi beberapa klasifikasi
diantaranya adalah undifferentiated febrile illness (UF), Demam Dengue
(DD), Demam Berdarah Dengue (DBD), sindrom renjatan dengue (SRD) dan unusual
dengue (UD). Sebagian besar kasus adalah undifferentiated febrile
illness dan Demam Dengue. DBD dan SRD adalah 10% dari sebagian besar kasus
simptomatik berdasarkan protocol dengue yang dikeluarkan oleh WHO tahun 1997.
Flowchart dari klasifikasi infeksi DENV dan presentasi klinis.
Pada hari pertama infeksi dengue,
sebagian besar pasien menunjukkan fase akut demam yang tidak spesifik seperti
sakit kepala, lemas, mual, muntah, nyeri abdomen dan kadang-kadang muncul
kemerahan kulit (rash). Nyeri retroorbital, myalgia dan atralgia
juga sebagian besar ditemukan pada sebagaian besar kasus demam dengue,
tetapi beberapa kasus DBD/SRD juga dapat ditemukan gejala tersebut. manifestasi
pendarahan yang umum terjadi pada kasus infeksi dengue adalah petekie kemudian
beberapa gejala lainnya seperti epistaksis, pendarahan gusi, hematemesis,
melena, hypermenorhea, hemoglobinuria yang dapat membantu klinisi
untuk mengindentifikasi sebagian pasien suspek infeksi dengue pada fasilitas
kesehatan primer. Tes tourniquet adalah pemeriksaan sederhana yang dapat
mendiagnosis dini dan cepat pada infeksi DENV. Pada saat periode terinfeksi
merupakan periode inkubasi, pada saat ini keluhan mulai dirasakan oleh pasien
kemudian semakin lama semakin berat. Berdasarkan tahapan patofisiologi dan
keluhan dibagi menjadi 3 fase yaitu fase febris, fase kritis dan fase pemulihan
(Gambar 2). Manifestasi klinis yang terjadi bersifat dinamis, sehingga
keparahan penyakit terlihat setelah fase febris pada saat memasuki fase awal
kritis kritis
Gambaran Klinis Infeksi DENV
Fase febris merupakan fasa awal masa
inkubasi. Pada fase ini terjadi demam tinggi pada awal infeksi. Fase akut demam
biasanya terjadi pada 2-7 hari dan juga sering disertai dengan muka merah, erythema,
myalgia, atralgia, nyeri retroorbital, fotopobia dan juga cephalgia.10 Beberapa
pasien juga mengeluh adanya injeksi faring dan injeksi konjunctiva. Anoreksia,
nausea dan vomitus adalah keluhan yang sering dijumpai. Kesulitan membedakan
secara klinis antara febris yang disebabkan oleh dengue ataupun yang disebabkan
oleh infeksi lain. Pemeriksan tourniquet positif merupakan indikasi adanya
infeksi yang disebabkan oleh DENV. Namun gambaran klinis terkadang tidak dapat
memprediksi tingkat keparahan penyakit. Sehingga pemantauan tanda dan parameter
klinis penting untuk memantau pada fase kritis.
Manifestasi pendarahan ringan seperti
petekie dan pendarahan mukosa (gusi dan hidung) biasanya muncul pada fase ini.
Pendarahan vagina dan pendarahan gastroinstestinal jarang terjadi pada infeksi
DENV. Hepar mengalami pembesaran hingga beberapa hari setelah demam. Pada
pemeriksaan hematologi didapatkan terdapat penurunan leukosit yang merupakan
sinyal bagi klinisi tentang adanya tanda infeksi DENV.
Fase kritis merupakan lanjutan masa
transisi antara fase febris ke fase afebris, pasien tanpa peningkatan
permeabilitas kapiler akan membaik tanpa melalui fase kritis. Namun pasien
dengan reda dari demam tinggi juga dapat menunjukkan perningkatan permeabilitas
kapiler dan bermanifestasi menjadi tanda kegawatan, yang diakibatkan kebocoran
plasma. Tanda kegawatan dimulai saat fase kritis. Pasien akan berubah menjadi
keadaan waspada selama fase pemulihan pada saat demam turun menjadi 37,5oC-38oC
atau dibawah ini biasanya terjadi pada hari ke 3-8 demam. Leukopenia berat
dapat diikuti penurunan trombosit terjadi pada kondisi adanya plasma leakage.
Peningkatan hematokrit diatas nilai normal juga menunjukkan adanya tanda
kegawatan pada fase awal. Periode yang signifikan untuk melihat adanya plasma
leakage biasanya terlihat dalam 24-48 Jam. Derajat plasma leakage diketahui
bervariasi. Peningkatan hematokrit juga diikuti perubahan tekanan darah dan
volume denyut nadi.
Pasien
yang telah melewati fase kritis setelah 24-48 jam akan masuk ke fase pemulihan,
reabsorbsi cairan ekstravaskular terjadi dalam 48-72 jam berikutnya. Pada fase
ini akan terjadi perbaikan keadaan umum, perbaikan nafsu makan, keluhan
gastrointestinal berkurang, hemodinamik stabil dan terjadi perbaikan
hemokonsentrasi. Beberapa pasien memiliki eritem dan petekie konfluen pada
kulit normal. Beberapa pasien merasakan adanya pruritus di seluruh tubuh pada
fase ini. Bradikardi dan hasil EKG berubah selama fase ini. Nilai hematokrit
stabil dan menurunkan kembali karena adanya efek dilusi dan reabsorbsi cairan.
Leukosit biasanya akan mulai meningkat pada fase pemulihan namun pemulihan
perbaikan trombosit agak terlambat setelah leukosit. Adanya kelainan respirasi,
efusi pleura dan ascites, oedem pulmonal dan gagal jantung akan muncul setelah
melewati fase kritis dan atau fase pemulihan terjadi jika pemberian cairan
intravena secara berlebihan.
Tabel 1. Komplikasi klinis pada
fase febris, fase kritis dan fase pemulihan akibat infeksi DENV
Fase Febris |
Dehidrasi : Demam tinggi
menyebabkan kelainan neurologis dan kejang pada anak |
Fase Kritis |
Syok dengan adanya plasma leakage
: hemoragie berat dan kegagalan organ |
Fase Pemulihan |
Hipervolemia (terjadi jika terapi
intravena berlebihan) dan oedem akut pulmonal |
Fase terberat
secara klinis dari manifestasi klinis adalah fase severe. severe
dengue adalah kegawatan yang terjadi pada infeksi DENV yang diikuti dengan
satu atau beberapa gejala dibawah ini : adanya plasma leakage yang akan
menuju syok dan akumulasi cairan dengan atau tanpa respiratory distress dan
atau pendarahan hebat, dan atau kegagalan organ berat. Selama vaskular
permeabilitas meningkat, hipovolumia semakin memburuk dan menjadikan pasien
syok, Ini biasanya terjadi pada hari ke-4 atau 5 dari mulai gejala dan terlihat
sebagai tanda yang terjadinya kegawatan. Selama tahap awal syok mekanisme
kompensasi untuk mempertahankan tekanan darah sistolik yang normal sehingga
akan memunculkan takikardi dan adanya vasokontriksi perifer dengan penurunan
perfusi pada kulit, akral dingin dan penurunan capillary refill time.
Yang berbeda adalah tekanan darah diastolik nilainya naik menuju tekanan
sistolik dan menyempit seiring meningkatnya resistensi daerah perifer. Pasien
syok yang diakibatkan infeksi DENV sering tetap sadar. Dokter bisa mengira hal
tersebut normal dan salah menilai kondisi kritis pasien. Ketika terjadi
kompensasi maka kedua tekanan sistole dan diastole akan menghilang secara
tiba-tiba. Syok hipotensi dan adanya hipoksia yang lama akan menyebabkan kegagalan
multi-organ dan menyebabkan tatalaksana yang cukup sulit.
Pasien dengan
demam berdarah yang berat kemungkinan memiliki kelainan koagulasi namun ini
biasanya tidak menyebabkan pendarahan yang hebat. Pendarahan hebat biasanya
berkaitan dengan kombinasi dari beberapa hal seperti trombositopenia, hipoksia,
dan asidosis yang menyebabkan kegagalan organ multiple dan koagulasi
intravascular diseminata.
Klasifikasi
Dengue berkembang di forum forum para ahli di dunia. Klasifikasi yang paling
banyak digunakan adalah klasifikasi WHO 1997. Manifestasi klinis terbagi atas
Demam Dengue, DBD Grade I, DBD Grade II dan DSS.
Demam Dengue
adalah diagnosis paling ringan dari infeksi DENV. Manifestasi klinis Demam
dengue tergantung dengan usia dari pasien. Infant dan anak mempunyai undiffereianted
febrile illness terkadang dengan rush makopapular. Remaja dan dewasa
mempunyai keluhan demam ringan dan pola klasik intermittent dengan demam
tinggi, terkadang terjadi dengan 2 puncak, disertai cephalgia, nyeri
retroorbita, atralgia, myalgia, mual muntah dan kemerahan (rash).
Mengingat variasi manifestasi klinis yang tinggi pada infeksi dengue, maka
tidak tepat mengadopsi definisi klinis demam berdarah. Kebutuhan pemeriksaan
penunjang terutama laboratorium sangat diperlukan dalam menegakkan diagnosis.
Manifestasi
lanjut dari Demam Dengue adalah Demam Berdarah Dengue mempunyai manifestasi
utama diantaranya adalah demam tinggi, pendarahan, kadang disertai kelainan
hematologi dan pada kasus berat ditemukan kegagalan sirkulasi. Beberapa pasien
yang terinfeksi dapat berkembang menjadi syok hipovolemik dan menghasilkan plasma
leakage.
Beberapa kriteria yang diklasifikasikan
pada derajat demam berdarah dengue adalah adanya demam, atau riwayat demam
selama 2-7 hari dengan pola biphasic. Kemudian adanya tanda pendarahan
minimal satu dari dibawah ini : tes torniquet positif, adanya petekie, ekimosis
atau purpura; adanya pendarahan mukosa, saluran gastrointestinal, tempat
suntikan dan lokasi lain serta hematemesis dan Melena serta muncul
trombositopenia (100.000 sel/ mm3), adanya tanda plasma leakage yang
menunjukkan adanya perubahan permebilitas vascular, yang manifestasinya
ditunjukkan dengan beberapa hal dibawah ini yaitu : peningkatan hematokrit 20%
diatas rata2 sesuai usia, jenis kelamin dan populasi dan adanya tanda plasma
leakage seperti efusi pleura, ascites dan hipoproteinemia
Diagram representasi plasma leakage selama terjadinya fase kritis pada demam berdarah dengue
Manifestasi
klinis terberat dari infeksi DENV adalah Sindroma Renjatan Dengue. Kasus
diklasifikasikan SRD harus memenuhi kriteria DHF dengan adanya gejala kegagalan
sirkulasi yang ditandai adanya hal berikut : nadi cepat dan lemah, jarak antara
sistole dan diastole pendek (<20 mmHg), hipotensi serta akral dingin. Demam
Berdarah Dengue diklasifikasikan menjadi empat derajat keparahan, dimana
derajat III dan IV adalah DSS. Adanya trombositopenia dan adanya
hemokonsentrasi menunjukkan kasus masuk dalam klasifikasi DBD grade I dan II
dibandingkan dengan Demam Dengue.
Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh J Vijay dkk tahun 2022 bahwa gejala klinis DBD
yang paling banyak dirasakan pasien adalah demam, myalgia, sakit kepala dan
nyeri otot. Gejala seperti syok, pendarahan dan hepatomegali jarang ditemukan
pada kasus DBD. Kejadian plasma leakage juga banyak terjadi sebagian
besar ada efusi pleura, kemudian diikuti ascites, pedal edema dan syok.
Klasifikasi lain dari infeksi dengue
adalah berdasarkan Klasifikasi WHO 2009. Berdasarkan klasifikasi WHO 2009
terdapat perubahan epidemiologi dengue terutama adanya peningkatan jumlah kasus
orang dewasa (dengan dan tanpa penyakit penyerta) serta penyebaran dengue ke
wilayah lain di dunia menyebabkan adanya perubahan klasifikasi WHO yang ada.
Protokol ini menggunakan kategori klinis berdasarkan keluhan dan gejala klinis
dan hasil pemeriksaan penunjang yang ditampilkan pada tabel berikut.
Klasifikasi Dengue tahun 2009 berdasarkan tingkat keparahan
WHO telah beberapa
kali menerbitkan beberapa pedoman klasifikasi. Skema klasifikasi WHO tahun
1974, kemudian direvisi tahun 1997. Skema klasifikasi 1997 didasarkan pada
adanya prasyarat klinis atau tanda biologis untuk mengklasifikasikan derajat
keparahan sesuai penyakit.8 Namun Santamaria dkk menyatakan karena tingkat
kasus demam berdarah meningkat dan menyebar luas di Asia dan Amerika maka
banyak klinisi yang dihadapkan pada spektrum yang cukup luas tentang infeksi
DENV sehingga kesulitan dalam menggunakan klasifikasi WHO tahun 1997 dalam
triase dan manajemen klinis. Prospektif Klinis yang diperbaharui bertujuan
untuk pengembangan manajemen kasus infeksi DENV dan WHO merelease protokol
klasifikasi WHO tahun 2009 yang bertujuan untuk memperpendek proses klasifikasi
untuk menetapkan kriteria kegawatan demam berdarah.
Berdasarkan studi yang dilakukan pada
tahun 2020 yang membandingkan klasifikasi WHO tahun 1997 dan 2009 menunjukkan
bahwa klasifikasi WHO tahun 2009 lebih sensitif dalam mendeteksi dan melaporkan
kasus infeksi DENV ini. Klasifikasi ini memungkinkan untuk mengklasifikasikan
lebih banyak kasus infeksi DENV yang berkontribusi untuk manajemen infeksi DENV
yang lebih baik dan lebih tepat
sehingga
mengurangi angka kematian. Perbaikan dalam melakukan diagnosis dini sebagai
prediksi resiko keparahan diperlukan dalam upaya penelitian dan pencegahan.
Umakanth M dkk menyatakan dalam artikelnya bahwa
manifestasi lain berdampak ke beberapa organ dan sistem organ. Komplikasi dapat
terjadi neurologis, gastrointestinal, ginjal, respirasi, jantung dan
hematologi. Komplikasi neurologis pernah dilaporkan pada kasus demam dengue.
Diagnosis berupa encefalopaty, encephalitis, acute disseminated
encephalomyelitis (ADEM), neuromyelitis-optice (NMO), neuritis optic, myelitis,
enchepalopaty, sindrom guillain-barre (GBS) hingga menuju kearah stroke.
Patogenesis neurologis mengindikasikan berhubungan dengan invasion langsung
pada system saraf pusat oleh DENV, reaksi autoimmune dan perubahan metabolik. Manifestasi
neurologis jarang terjadi pada kasus infeksi DENV, diantara yang sedikit kasus
encephalitis dan ensepalopati adalah yang paling sering terjadi pada infeksi
DENV. Ensefalopati adalah fenomena klinis yang menurunkan kesadaran pada pasien
namun analisis spinal ditemukan dalam batas normal. Selain itu, menurut Kumar Y
dkk pendarahan internal adalah salah satu yang jarang terjadi namun
memungkinkan terjadi dan secara klinis dipresentasikan sebagai dengue-associated
stroke.
Manifestasi gastrointestinal terlihat dengan adanya
peningkatan transaminase hati lebih tinggi pada pasien DBD dibandingkan pasien
Demam Dengue, kadar Aspartat transaminase (AST) lebih tinggi dari kadar alanine
aminotransferase (ALT). Asumsi menunjukkan bahwa mungkin yang terakhir ada
myositis21 Meskipun hati sering terinfeksi DENV, namun akbitnya cukup ringan
sampai sedang. Namun terdapat beberapa laporan acute hepatic failure dapat juga
dengan komplikasi ensefalopati, sindrom hapatorenal, pendarahan berat dan
asidosis metabolic. Ini juga dilaporkan terdapat acute hepatic failure yang
muncul pada pasien terinfeksi DENV tanpa adanya plasma leakage.
Umakanth M dkk menyatakan bahwa patogenesis
keterlibatan hati masih belum jelas. Hipotesis menunjukkan bahwa DENV dapat
menginfeksi sel hepatosit dan sel Kupffer secara langsung, meskipun juga
dipengaruhi oleh sistem imunitas. Kolesistitis akalkulus adalah temuan klinis
dan ultrasonografi yang biasanya dilaporkan pada pasien dengue. Mekanisme yang
tepat belum bisa dijelaskan. Namun pada kasus DBD adanya invasi virus secara
langsung yang berhubungan dengan plasma leakage menyebabkan adanya penebalan
kandung empedu. Selain itu patogenesis pankreatitis akut pada kasus DBD belum
dapat dijelaskan pada kasus DBD.
Manifestasi klinis pada sistem ginjal juga bisa
terjadi akibat infeksi DENV. Menurut Lizarraga dkk Infeksi DENV telah
dihubungkan dengan berbagai kelainan ginjal. Hal ini termasuk ketidak
seimbangan elektrolit, acute kidney injury (AKI), proteinuria,
glomerulonephritis, alanine aminotransferase (IgA) nefropati, sindrom hemolysis
uremic dan acute tubular necrosis. Insiden manifestasi pada ginjal bervariasi
17% sampai dengan 62%. Hiponatremia adalah kelainan utama yang ditemukan pada
demam dengue. Mekanisme terjadinya AKI diketahui multifaktorial penyebabnya termasuk
invasi langsung DENV ke jaringan ginjal, adanya hipoperfusi dan rhabdomiolisis.
Manifestasi klinis pada jantung akibat DENV telah
dilaporkan. Berbagai derajat manifestasi dilaporkan mulai dari aritmia hingga
depresi mikokard, pericarditis dan miokarditis. Prevalensi miokarditis pada DD
berkisar antara 9% sampai dengan 15%. Berbagai kelainan ritme jantung
dilaporkan pada demam dengue yang berkisar sinus takikardi, heart block dan
atrial fibrilasi.
Manifestasi pada organ respirasi dapat terjadi pada
kasus DD diantaranya adalah efusi pleura, pneumonitis, edema pulmo hingga
hemoptysis.26 Pada DD efusi pleura sering terlihat dengan adanya dypsnoe,
biasanya bilateral dan terlihat seperti sindrom plasma leakage.27 Namun, efusi
pleura minimal juga tidak bisa dikategorikan sebagai efusi pleura yang
merupakan tanda adanya plasma leakage yang sebagain besar ditemukan pada pasien
dengan non-dengue febrile illness dan bukan karena DD. kelainan parenkim
paru jarang terjadi, yang sering terlihat adalah adanya konsolidasi, interlobular
septal thickening and pulmonary hemorrhagie
Manifestasi hematologi merupakan salah
satu kelainan yang sering muncul secara hematologi adalah pada nilai
hematokrit, limpositosis, basofilia, monositosis, trombositopenia dan
limfositosis atypical. Disseminated intravascular coagulaopathy (DIC), hemophagocytic
lymphohistiocytosis (HLH), sitopenia, limadenopati, hepatomegali dan
splenomegali telah dilaporkan terjadi pada kasus demam dengue.28 Idiopatik
Trombositopenia Purpura (ITP) dan Pancytopenia, dengan biopsi sumsum tulang
anemia telah digambarkan terjadi demam dengue.
Komentar
Posting Komentar